Harapan Publik: Polri Menangkan Perang Terhadap Penyalahgunaan Narkoba

Harapan Publik: Polri Menangkan Perang Terhadap Penyalahgunaan Narkoba
Calon Tunggal Kapolri Listyo Sigit Prabowo/net

MONITORDAY.COM - Penyalahgunaan Narkoba menjadi salah satu agenda krusial bangsa. Korban terus berjatuhan dan kasus semakin meningkat. Risiko pun meningkat saat pandemi datang. Bahkan tak sedikit jumlah oknum pejabat publik dan penegak hukum yang terlibat penyalahgunaan barang haram ini.

Calon Kapolri dari latar belakang Kabareskrim diharapkan mampu memperkuat kerjasama Polri dengan BNN dalam perang melawan penyalahgunaan narkoba. Catatan kasus narkoba yang berhasil diungkap selama masa kepemimpinannya menunjukkan harapan tersebut sangat mungkin dapat diwujudkan dengan dukungan semua stake holder penegakan hukum.  

Diperlukan strategi dan langkah yang efektif dari para penegak hukum untuk memenangkan perang menghadapi para sindikat baik dalam negeri maupun internasional.  Integritas dan kompetensi para penegak hukum menjadi taruhannya. Bila gagal nasib bangsa yang dikalahkan narkoba akan berubah semakin muram.  

Problem penegakan hukum dalam menghadapi kejahatan ini juga sangat pelik. Saat ini 75% dari penghuni Lapas merupakan penyalahguna narkotika, sementara para bandar di Lapas justru hanya segelintir saja. Oleh sebab, koordinator kelompok ahli BNN tersebut memandang pentingnya mengedepankan rehabilitasi melalui Tim Asistensi Terpadu (TAT) dalam penanganan kasus narkotika.

Meski ada Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk penanganan masalah narkoba keberadaan Polri khususnya reserse narkoba sangat dibutuhkan dalam upaya menangani masalah ini. Kerugian negara sangat besar, termasuk hilangnya masa depan anak-anak bangsa yang hancur oleh barang haram ini.

Perang terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika harus dilakukan secara efektif dengan menggunakan senjata yang tepat. Tiga langkah yang harus dilakukan adalah Rehabilitasi untuk penyalahguna, tindakan tegas bagi para pengedar dan bandar narkotika, serta pencucian uang yang harus ditelusuri, termasuk di dalamnya memiskinkan para bandar narkoba. 

Disamping prestasi BNN dalam mengungkap kasus narkoba kita juga melihat upaya keras Bareskrim Polri sehingga selama 2020 telah mengungkap narkoba jenis sabu sebanyak 1,2 ton. Jumlah besar ini disamping menunjukkan langkah maju Bareskrim juga menjadi cermin betapa besar skala bisnis narkoba. 

Jaringan internasional terlibat dalam kasus yang diungkap. Barang bukti tersebut disita dari jaringan Iran-Timur Tengah yang ditangkap di 2 lokasi berbeda yakni di Serang, Banten dan Sukabumi, Jawa Barat.

Faktanya sungguh sangat membuat publik miris. Sepanjang tahun 2020, jajaran Bareskrim Polri mengamankan barang bukti 5,91 ton sabu, 50,59 ton ganja, dan 905.425 butir pil ekstasi.  Dari 41.093 kasus tindak pidana narkoba, sebanyak 53.176 tersangka yang dilakukan proses hukum.

Publik juga masih mengingat Bareskrim Polri bersama dengan Polda Metro Jaya mengungkap peredaran narkotika jenis sabu jaringan Timur Tengah, di Petamburan, Jakarta Pusat. Polisi menangkap 11 orang dengan barang bukti sabu seberat 200 Kg.

Tantangan dalam penanganan narkoba semakin kompleks. Hukuman penjara cenderung akan mengarah pada pengedar dan bandar saja, kalau penyalahguna juga sama dipenjara ini yang akhirnya membuat runyam penanganan narkotika di Indonesia. 

Sebagaimana diputuskan dalam berbagai kajian, “War of Drugs” dengan menghukum semua orang yang terlibat dalam kasus narkotika baik penyalahguna, pengedar, dan bandar ke penjara telah dinyatakan gagal dalam konvensi narkotika.

Oleh karena itu, menurut konvensi tahun 1976 penyalahguna narkotika diberikan alternatif penghukuman dengan rehabilitasi yang kemudian hasil konvensi tersebut diikuti oleh masyarakat dunia sampai dengan saat ini.