Haedar Nashir: Buya Syafii Begitu Cinta Kepada Muhammadiyah
Buya Syafii seolah ingin mengingatkan, kalau betul-betul merasa Muhammadiyah, bantulah gerakan islam ini. Kalau belum bisa membantu, setidaknya jangan banyak menuntut dan membebani Muhammadiyah.

“Rasanya akan sulit menemukan tokoh besar seegaliter, humanis dan demokratis seperti Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif, atau akrab disapa Buya Syafii,” ungkap Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam tulisannya di suaramuhammadiyah.id. “Ketika dikritik, disela, bahkan dihujat sekalipun Buya tak pernah membalasnya dengan kemarahan.”
Dalam tulisan yang sedianya dipersembahkan untuk memperingati hari ulang tahun Buya yang ke-84 ini, Haedar hendak menggambarkan betapa ‘Buya Syafii Mencintai Muhammadiyah.’
Menurut Haedar, yang menakjubkan dari Ketua Umum PP Muhammadiyah 2000-2005 ini ialah soal pengkhidmatan yang luar biasa untuk Muhammadiyah, selain untuk umat dan bangsa. Haedar mengisahkan, bila dirinya kerap bertemu dengan Buya Syafii. Saban kali ketemu, Buya senantiasa berpesan kepadanya, “Dar, jaga Muhammadiyah.”
Setelah tak lagi memimpin Muhammadiyah, Buya Syafii menurut Haedar terus berkhidmat untuk persyarikatan. Bahkan, beliau sendiri yang meminta untuk jadi Ketua Panitia Pembangunan Madrasah Muallimin di area yang baru. Padahal, baru kemarin Buya Syafii membantu membangunkan Gedung Utama Madrasah Muallimien.
“Saat ini di lahan sekitar 6 hektar itu sedang dibangun kampus baru Muallimien. Buya kesana kemari mencarikan dana dengan resiko ada yang kritik dan kadang sinis. Tapi beliau tetap jalan demi Muallimien, sekolah kader kebanggaan Muhammadiyah,” kata Haedar.
Baru-baru ini, memang beredar foto Buya Syafii tengah menerima bantuan pembangunan Kampus Madrasah Muallimien Muhammadiyah dari Yayasan Muslim Sinar Mas. Sontak, beragam reaksi pun dilontarkan ke arahnya. Ada yang mengapresiasi ada pula yang mengkritik tajam.
Kritikan ini muncul karena Buya Syafii dianggap terlalu kompromi dengan para taipan yang menguasai sebagian besar tanah di nusantara. Namun Buya tak menghiraukan para pengkritiknya. Dia tetap jalan demi Muallimien, sekolah kebanggaan Muhammadiyah.
Di balik beribu kritik yang mengalir deras kepadanya, ada satu hal yang luput dari perhatian mereka. Yaitu bahwa Buya Syafii tidak membangun dinasti untuk diri dan keluarganya, tetapi untuk Muhammadiyah.
“Kecintaannya pada Muhammadiyah lahir dari hati, tidak dengan retorika dan citra,” ungkap Haedar dalam tulisannya itu.
Pernah suatu ketika fotonya yang sedang bersepeda ramai diperbincangkan di sosial media. Beribu sanjungan mengalir kepadanya. Bukan karena pencitraan, namun karena memang kebersahajaan dirinya.
Selain soal kebersahajaannya, Buya Syafii juga menyebut Buya Syafii merupakan motivator sekaligus tauladan, artinya tak hanya kata namun juga kerjanya memang nyata. Kata dia, kepada anak-anak di Suara Muhammadiyah, Buya Syafii selalu memberi pendampingan. Selalu berpesan dan mengajak kerja keras agar SM bisa besar dan maju.
Karena cinta, kita seringkali merindu. Ya, terhadap sosok-sosok seperti Buya Syafii kita memang akan sangat rindu. Mereka senantiasa menyikapi keadaan segawat apa pun tetap memposisikan selaku orang Muhammadiyah. Yang terpenting, kata Haedar, mereka tak larut dalam tarikan pihak dan kepentingan lain.
“Sikap dan pikirannya lurus, kalaupun mengkritik tetap tawazun. Kita perlu belajar banyak dari figur-figur yang sepi popularitas dan tetap bersahaja,” ujar Haedar.
Last, but not least, dari kiprahnya, Buya Syafii seolah ingin mengingatkan, kalau betul-betul merasa Muhammadiyah, bantulah gerakan islam ini. Kalau belum bisa membantu, setidaknya jangan banyak menuntut dan membebani Muhammadiyah.
“Buktikan kecintaan pada Muhammadiyah dengan pengkhidmatan nyata tanpa kata. Sungguh luhur hidup tokoh Muhamamdiyah yang bersahaja ini. Selamat Ulang tahun Buya,” pungkasnya.