Geliat ISIS di Tengah Pandemi Covid 19

Bagi ISIS, pandemi Covid 19 tanda akhir zaman dan pembalasan tuhan kepada Barat. Karena itu mereka menyerukan untuk mengambil kesempatan menyerang.

Geliat ISIS di Tengah Pandemi Covid 19
Ilustrasi foto/Net

LUPAKAN menghitung korban covid 19. Cukup kita sadar dan lalu menjaga kesehatan agar terhindar dari covid 19. Mari sejenak beralih ke ISIS dalam mensiasati pandemi covid 19. Pusat ISIS telah menyerukan para pendukungnya untuk mengambil kesempatan dan menyerang musuh pada saat yang lemah. Walaupun beberapa pendukung ISIS Indonesia tampaknya kurang fokus pada operasi jihad.

Bagi mereka covid 19 mungkin merupakan tanda akhir dunia telah dekat. Sementara retorika anti-Cina yang intensif pada beberapa situs media sosial ekstremis tampaknya tidak diimbangi oleh peningkatan dalam plot terhadap target Cina. Secara umum, memang tingkat aktivitas jihadis tampak rendah, tercermin dari relatif rendahnya jumlah tersangka teroris yang ditangkap selama bulan-bulan pertama tahun 2020.

ISIS menafsirkan pandemi sebagai pembalasan ilahi, hukuman kepada Barat, hukuman kepada Cina karena perlakuannya terhadap Uighur, pembalasan atas penghancuran Baghouz pada Maret 2019, dan "mimpi terburuk Tentara Salib’. Pada 13 Maret 2020, buletin berita online-nya, Al-Naba, mengeluarkan arahan tentang bagaimana menangani covid 19, memperingatkan para pendukungnya untuk tidak melakukan perjalanan ke daerah-daerah yang tertimpa bencana seperti ke Eropa dan mereka yang sudah berada di daerah tersebut diserukan untuk tidak pergi. ISIS juga menyarankan para pendukung untuk mencuci tangan dan untuk menutup mulut ketika menguap atau bersin. Pada saat yang sama, ISIS menyerukan berulang-ulang di media online pada para pendukungnya untuk mengambil keuntungan ditengah serangan wabah covid 19. ISIS tetap meminta untuk memanfaatkan situasi dan melakukan amaliyat sesuai dengan kemampuan.

Serangan-serangan yang telah terjadi sejak pandemi itu meletus sebagian sudah  terjadi di beberapa wilayah. Afrika Barat telah menjadi fokus khusus. Di Afghanistan, ISIS mengklaim serangan 25 Maret di sebuah kuil Sikh di Kabul. Bentrokan di Filipina selatan antara komponen pro-ISIS dengan militer dan polisi Filipina. Serangan ini tampaknya lebih sebagai respon terhadap desakan ISIS daripada dinamika politik lokal.

Pandemik itu juga mengungkapkan tentang  kamp-kamp di Suriah di mana lebih dari 70.000 pendukung ISIS atau mantan pendukung ISIS terus merana. Kondisinya kian memburuk baik di kamp-kamp maupun di penjara-penjara, yang digunakan untuk tahanan pria. Kerusuhan terjadi pada 29 Maret 2020 di penjara Hasakeh dimana banyak pria berisiko tinggi, termasuk orang Indonesia, ditahan, sehingga jumlah pelarian tidak diketahui.

Pada Maret 2020, virus corona telah menyerang kamp. Situs-situs Pro-ISIS mengirimkan berita pada 12 Maret 2020 bahwa beberapa wanita di al-Hol dari Perancis dan Irak terinfeksi, setelah menangkap penyakit itu dari “anjing-anjing PKK” atau “kafir Syiah dari Iran.”

Kebutuhan untuk membawa pulang anak-anak lebih besar dari sebelumnya, tetapi ditengah pandemi, pemerintah mana yang berani mengambil risiko itu? Pemerintah Indonesia masih memantau situasi untuk ratusan warga negaranya, tetapi tampaknya tidak akan ada repatriasi, bahkan anak-anak yang tidak didampingi, sampai pandemi bisa dikendalikan.

Salah satu pendukung ISIS mencoba untuk melakukan hal positif, dengan mengatakan penolakan pemerintah Indonesia pada awal tahun 2020 untuk memulangkan 600 orang Indonesia di kamp-kamp berarti bahwa ketika kiamat datang dan awan panas menyelimuti bumi, para pendukung ISIS di Suriah akan diselamatkan, sementara Indonesia akan tenggelam di dasar laut (IPAC, April, 2020).

Prioritas ISIS

Pandemi berarti berkurangnya tingkat aktivitas pro-ISIS di Indonesia. Untuk semua retorika anti-Cina yang ditimbulkan oleh penyakit ini, ada sedikit perubahan yang jelas dalam penargetan. Reaksi yang lebih menarik dari para pendukung ISIS, banyak dari mereka telah memutuskan untuk tinggal di rumah dan menunggu akhir dunia, seperti yang dinubuatkan, daripada melakukan operasi jihad.

Al-Qaeda, dan mungkin simpatisannya yaitu Jaemaah Islamiyah (JI), telah mendesak para pengikutnya untuk menggunakan pandemi sebagai kesempatan untuk membawa orang Barat ke dalam Islam. Upaya peningkatan perekrutan selama krisis akan konsisten dengan modus operandi JI.

Di Indonesia, corona telah memicu sentimen anti-Cina di media sosial yang jauh melampaui komunitas pro-ISIS. Ini dibangun di atas dasar sejarah yang panjang dan berperan dalam masalah politik di berbagai bagian masyarakat tentang ketergantungan pemerintah Jokowi pada Cina untuk pengembangan infrastruktur dan investasi asing, terutama di sektor ekstraktif..

Dalam investigasi IPAC (2020), pendukung ISIS juga telah mencoba mengeksploitasi kebencian lokal terhadap pekerja Cina di dua daerah, Sulawesi Tenggara dan Banten. Kasus terbaru melibatkan kedatangan 49 pekerja Tiongkok pada pertengahan Maret 2020 dari provinsi Henan, yang disewa untuk bekerja di Virtue Dragon Nickel Smelter di Morosi, kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Sulawesi adalah rumah bagi beberapa deposit nikel terbesar di Indonesia, dan Cina adalah pembeli terbesar. Setelah undang-undang pertambangan yang baru disahkan pada tahun 2009 yang melarang ekspor bijih nikel mentah dan mengharuskan pembangunan smelter, jumlah pekerja Tiongkok meningkat secara dramatis. Ini menyebabkan kemarahan lokal atas perbedaan upah, mempekerjakan orang asing melebihi penduduk lokal, bentrokan budaya, polusi dan korupsi.

Masalah ini memberikan pemicu untuk beberapa posting pro-ISIS yang sangat rasis. Memang belum ada seruan tindakan kekerasan, kendari tidak pernah menjadi hotspot terorisme.

Dalam laporan IPAC (2020) lainnya, masalah pekerja Cina yang menimbulkan protes lokal adalah Banten, dimana beberapa usaha patungan dengan perusahaan Cina yang terlibat dalam konstruksi telah menyebabkan klaim bahwa orang asing mendapatkan pekerjaan yang seharusnya untuk penduduk setempat. Satu situs yang menarik banyak perhatian media pada awal 2019 ketika pemilihan presiden semakin dekat adalah pabrik semen Merah Putih di Bayah, Lebak, Banten yang mempekerjakan 181 pekerja Cina daratan, banyak dari mereka hanya semi-terampil. Kemungkinan serangan terhadap pekerja ini telah dirancang oleh orang yang bertanggung jawab menikam Menkopolhukam Wiranto pada November 2019. Pelaku, Syahrial Alamsyah alias Abu Rara, ditangkap di lokasi dan mengungkapkan bahwa ia dan seorang teman bernama Syamsudin alias Jack Sparrow telah merencanakan serangan semacam itu sebagai cara membalas perlakuan terhadap warga Uighur di Cina.

Syamsudin, seorang tukang las profesional, pernah bekerja di pabrik, juga di tempat-tempat lain di mana pekerja Cina dipekerjakan. Dia telah mencatat bahwa para pekerja di pabrik Merah Putih diangkut ke dan dari lokasi setiap hari dalam pengambilan terbuka truk. Dia dan Abu Rara membahas untuk menikam pengemudi truk, sehingga menyebabkan kecelakaan, atau melemparkan bom molotov  para pekerja. Mereka juga mendiskusikan serangan terhadap toko-toko emas milik orang Tionghoa Indonesia di Pandeglang, Banten. Namun, semua gagasan ini sia-sia. Syamsudin rupanya tidak siap untuk bertindak sendiri, dan Abu Rara tidak dapat melanjutkan tanpanya. Pada Maret 2020, ada sedikit bukti peningkatan aktivitas jihadis di Banten.

Yakfur bit Thoghut

Apakah para pendukung ISIS di Indonesia akan menggunakan covid 19 sebagai alasan untuk memperluas penargetan di luar kepolisian ke target domestik atau internasional Cina. Untuk melihat bagaimana para pendukung ini melihat prioritas mereka, penting untuk memahami konsep yakfur bit thogut, yang secara harfiah bermakna "menyangkal penyembah berhala". Yakfur bit thogut dipandang oleh pendukung ISIS sebagai kesempurnaan iman. Mereka mengatakan dedikasi seseorang terhadap Islam tidak lengkap tanpa yakfur bit thogut, bahkan sekalipun dia shalat dan berpuasa.

Yakfur bit thogut dipahami sebagai sikap kebencian, permusuhan dan kemauan untuk berperang melawan penguasa penindas, termasuk penguasa Muslim, yang menolak untuk memerintah sesuai hukum Islam. Ini adalah pembenaran ideologis untuk menyerang polisi, dipandang sebagai agen thogut sebagai musuh utama mereka. Ini dapat dilihat dari fakta bahwa dari Januari 2014 hingga Februari 2020,  kelompok pro-ISIS yang berbeda telah membunuh 19 polisi dan melukai 71 lainnya. Polisi pada gilirannya telah menangkap lebih dari 1.000 tersangka terorisme selama periode yang sama. Kebencian itu begitu dalam sehingga ketika ISIS tengah menyerukan serangan terhadap orang-orang Barat dan warga negara-negara yang diwakili dalam pasukan koalisi pimpinan-AS di Irak dan Suriah, para pendukung Indonesia tidak tertarik. Bahkan setelah Abu Bakar Al Baghdadi terbunuh pada Oktober 2019, polisi tetap menjadi target utama, sebagaimana dibuktikan oleh serangan bom bunuh diri di kantor polisi di Medan pada November 2019 (IPAC, April 2020).

Mengakali Momen

Akankah pendukung ISIS Indonesia mencoba mengeksploitasi pandemi? Setidaknya ada tiga pandangan yang diwakili tentang para pendukung ini mengenai wabah Corona. Salah satunya adalah bahwa wabah ini sama dengan wabah (tha'un) yang disebutkan dalam berbagai hadits. Ketika wabah datang, menurut hadits ini, umat Islam harus tinggal di rumah dan bersabar. Jika seorang Muslim melakukan ini dan kemudian mati, ia akan tetap dianggap sebagai syahid. Pendukung ISIS yang mengambil pandangan ini cenderung memilih untuk tinggal di rumah dan tidak melakukan operasi jihad (amaliyah), terutama jika mereka mendapatkan hadiah surgawi yang sama dengan melakukan hal itu.

Keyakinan bahwa covid 19 sebagai tanda akhir zaman, sebelum terjadinya dukhon. Dukhon adalah awan panas yang akan menutupi bagian bumi selama 40 hari dan 40 malam, dan penampilannya akan mendahului kedatangan Imam Mahdi. Pendukung ISIS yang mengambil pandangan ini percaya pandemi ini adalah gladi resik bagi sang dukhon.

Lockdown adalah simulasi dukhon. Tapi ingat ini hanya simulasi dukhon yang akan bertahan 40 hari dan 40 malam. Pandangan kedua ini juga tidak akan mengambil tindakan. Mereka lebih suka tinggal di rumah dan melatih anggota keluarga dalam persiapan untuk akhir zaman yang mereka yakini sudah dekat.

Pandangan ketiga, mengikuti beberapa pandangan yang diungkapkan oleh pusat ISIS, melihat wabah korona di Indonesia sebagai peluang untuk melakukan serangan. Mereka melihat pemerintah Indonesia dalam keadaan lemah ketika mencoba menghadapi virus, sehingga kini justru peluang terbaik untuk menyerang.

Salah satu metode serangan yang mungkin dilakukan adalah menggunakan pendukung ISIS yang sudah terpapar corona untuk mencoba dan secara sengaja menginfeksi orang-orang yang mereka anggap musuh mereka, seperti polisi.
Selain itu, para pendukung ISIS dapat berupaya untuk bergabung dengan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, terutama karena mereka semakin aktif dalam merekrut. Meskipun penangkapan di Poso dan Wajo (Sulawesi Selatan) pada Februari 2020 terhadap pendukung ISIS yang berencana untuk bergabung dengan MIT, jelas bahwa perhatian pemerintah telah dialihkan. Strategi perekrutan yang sama saat bencana terjadi setelah Aceh pada Desember 2004, gempa bumi Yogyakarta pada 2010 dan tsunami Palu pada 2018.

Pihak berwenang Indonesia perlu memantau upaya penggalangan dana sehubungan dengan pandemi corona ini, termasuk permohonan untuk peralatan pelindung bagi petugas kesehatan. Ini dapat dieksploitasi oleh pendukung ISIS, terutama karena mereka telah memiliki beberapa badan amal yang berusaha untuk mengumpulkan dana dari publik, sebagian besar melalui donasi online, tetapi kadang-kadang secara langsung melalui organisasi keagamaan. Salah satu contohnya adalah Baitul Mal Al Muuqin di Solo yang berafiliasi dengan kelompok yang dikenal sebagai Jamaat Ansharul Khilafah (JAK), pimpinan Abu Husna. Ia telah aktif mengumpulkan dana untuk bantuan kemanusiaan melalui klinik penyembuhan. Organisasi seperti ini dapat mengeksploitasi solidaritas sosial yang ditimbulkan oleh krisis untuk mengumpulkan dana demi kegiatan pro-ISIS (IPAC, April, 2020).

Pandemi, untuk saat ini, berarti berkurangnya kegiatan di garis depan terorisme tetapi lembaga penegak hukum harus tetap waspada, baik dalam hal sel-sel yang terisolasi yang dapat mengindahkan desakan ISIS untuk menyerang dan juga mereka yang melihat pandemi tersebut kesempatan untuk meningkatkan perekrutan dan penggaangan dana lewat badan amal.

Akhirnya, semua pihak perlu waspada terhadap upaya penggalangan dana ekstremis atas nama bantuan kemanusiaan. Sejarah Indonesia selama dua dekade terakhir telah membuktikan bahwa setiap kali terjadi bencana, para ekstremis berusaha mendapatkan keuntungan.