Franky Sibarani Nilai Jokowi Manjakan Koperasi dan UMKM di UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja memuluskan jalan UMKM untuk naik kelas dan secara tidak langsung bisa menjadi salah satu solusi untuk dapat menyerap tenaga kerja.

MONITORDAY.COM – Kebutuhan atas lapangan kerja baru saat ini betul-betul sangat mendesak. Selain karena setiap tahunnya ada sekira 2,9 juta penduduk usia kerja baru, juga karena kondisi sulit saat ini akibat Pandemi covid-19. Ada kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja yang terkena dampaknya.
Franky Sibarani adalah Dewan Penasihat Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), dalam keterangan tertulisnya dia menuturkan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja yang saat ini ramai diperbincangkan sebetulnya merupakan strategi pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi para pencari kerja serta pengangguran.
Karena menurut dia, UU Cipta Kerja memuluskan jalan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk naik kelas dan secara tidak langsung bisa menjadi salah satu solusi untuk dapat menyerap tenaga kerja.
“Pada tahun 2018, terdapat 63,63 juta unit UMKM dan berhasil berkontribusi terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) 61,07 persen. Bahkan mereka berhasil mempekerjakan 116,9 juta orang dengan total ekspor mencapai Rp 293 triliun,” ujar Franky Sibarani kepada Monitorday pada Rabu (21/10/2020).
Hanya saja, Franky menyayangkan, indeks kebijakan UMKM Indonesia masih berada di angka 3,41. Menurut Franky angka tersebut masih jauh lebih rendah ketimbang angka yang diraih para tetangga kita. "Namun, di sisi lain secara keseluruhan Indeks Kebijakan UMKM Indonesia berada di angka 3,41, masih lebih rendah daripada Malaysia, Singapura dan Thailand yang sudah mencapai angka lebih dari 5. Kondisi tersebut menunjukkan masih diperlukan perbaikan atas kebijakan pengembangan KUMKM (Koperasi dan UMKM) di Indonesia," kata Franky.
Lebih lanjut menurut Franky, selama ini peran pemerintah belum optimal menyelesaikan permasalahan penting dalam pengembangan UMKM. Sebagai contoh, dia mengungkapkan, selama ini KUMKM selalu dianggap sebagai objek bukanlah subjek. Sehingga KUMKM dianggap lemah dan harus selalu dibantu.
"Belum lagi bantuan pemerintah dan non-pemerintah terhadap KUMKM cenderung dilakukan secara setengah jalan. KUMKM tidak didampingi secara intensif sampai benar-benar mandiri. Dan KUMKM juga belum ditangani secara profesional dan holistik serta belum memperhatikan keragaman industrinya," ujarnya.
Franky menerangkan, Presiden Joko Widodo melalui Undang-Undang Cipta Kerja berusaha mengubah pola tersebut. Dengan aturan yang terdiri atas 15 bab dan 186 pasal tersebut, pemerintah mencoba memberikan segala kemudahan dan bantuan kepada KUMKM.
Dalam Undang-Undang Cipta Kerja, dia menambahkan, pemerintah pusat, daerah, BUMD, pengusaha swasta dan perguruan tinggi dilibatkan untuk mengembangkan koperasi dan UMKM. Bahkan, Omnibus Law ini dinilai mengikuti trend di era digital, gig economy dan sesuai dengan besaran 56 persen pengangguran terbuka yang berumur 15-24 tahun.
"Dalam Undang-Undang Cipta Kerja, ada 35 terobosan regulasi baru, bentuk dukungan untuk kemudahan, pendampingan, dan mendorong pertumbuhan UMKM naik kelas, termasuk Koperasi. UU ini diharapkan dapat memacu peningkatan UMKM untuk masuk ke ekosistem digital. Saat ini baru 13 persen. Target 2 juta UMKM di tahun 2020, sampai dengan Juli penambahan baru 1,4 juta," tutupnya.