Filosofi Lima Jari

PAGI selepas shalat subuh dan menyeruput kopi, lelaki paruh baya itu mencangklong tas hitam di bahunya. Lengkap dengan topi fedora hat lebar di kepalanya. Lalu mengambil beberapa genggam voer atau pelet merpati dalam sebuah ember kecil berwarna biru.
Lelaki itu, bernama Agun Gunandjar Sudarsa, atau karib disapa Kang Agun. Anggota DPR RI dari Dapil Priyangan Timur. Meliputi Pangandaran, Ciamis, Banjar, dan Kuningan.
Katanya ia ingin mengantar kedua orangtuanya terapi medik ke Kota Bogor. Mereka masih sehat walafiat, kecuali soal kualitas tulang yang tak bisa ditawar.
Kang Agun lantas menuruni beberapa anak tangga. Menuju kandang burung merpati di sisi bawah ‘Rumah Cuklik’ yang sudah lama ia bangun namun tampak masih rapih dan kokoh.
Setelah melemparkan beberapa genggam voer, Kang Agun lalu mengajak para merpati menyusuri jalan kecil menuju sebuah Masjid. Ada empang dan sawah di sisi kanan dan kirinya. Baru direnovasi dan dicat serba putih.
Kang Agun memang pandai merawat apa yang ada di sekelilingnya. Anggota keluarga, sahabat, Rumah Cuklik, pohon pete di samping rumahnya, burung-burung merpati yang sudah beranak pinak.
Termasuk karirnya sebagai Legislator Senayan, tetap awet hingga saat ini. Sudah hampir 6 periode atau 30 tahun lamanya.
Ada banyak orang yang dalam hidupnya mampu membangun kesuksesan. Namun sedikit orang yang mampu merawatnya. Kang Agun adalah satu dari sedikit orang itu.
Karier panjangnya di Senayan, tak pernah membuat dirinya jumawa. Malahan membuatnya makin takut sama Tuhan, katanya. Itu lantaran ada satu filosofi yang selalu dianutnya, diyakini dan diamalkan hingga kini, yaitu ‘Filosofi Lima Jari’.
Isinya merupakan nasihat, akan hidup, akan Tuhan, utamanya tentang seseorang melihat dirinya sendiri. Bagi Kang Agun, hidup adalah perjalanan waktu, sudah pasti ada akhirnya. Dan semua akan dimintai pertanggungjawaban-Nya.
Mulai menjabat sebagai anggota DPR-RI selama enam periode 1997–1999, 1999–2004, 2004–2009, 2009–2014, 2014–2019, dan 2019–2024. Tokoh senior Partai Golkar ini memang dikenal sebagai sosok yang religius.
Kepada orang-orang di sekelilingnya, Kang Agun seringkali berpesan agar bibit toleransi selalu disemai, lalu hendaknya saling berkolaborasi serta konsisten, antar ucapan dan tindakan.
"Kita akan dimintai pertanggungjawaban atas segala apa yang diberikanNya, waktu, tenaga, pikiran, ucapan, perbuatan. Untuk itu, jadilah yg bermanfaat bagi sesama manusia tanpa melihat latar belakang agama, keyakinan, suku, budaya, adat-istiadat, bangsa dan negaranya," tutur Kang Agun.
Kedengarannya seperti sebuah pesan dari pemuka agama. Tapi, tidak, Kang Agun nampak sedang berkontemplasi, seperti yang selalu dia lakukan beberapa tahun ini, di tengah kesibukannya menghadiri rapat-rapat penting di Gedung DPR.
Laku kontemplatif itu beberapa kali dia urai dalam filosofi lima jarinya, bagi Kang Agun, kelima jari yang ada pada manusia menunjukkan sebuah kuasa Tuhan, hanya dengan melihat fungsi dan bentuknya.
Pertama jari tengah, adalah jari yang tertinggi. Di kiri dan kanannya berbeda ada jempol, telunjuk, jari manis dan kelingking. Bagi Kang Agun, jari tengah mengingatkan kepada kita bahwa ada yang tertinggi, Tuhan yang Maha Kuasa.
Letak jari tengah dihimpit dua jari lain, di kiri dan kanan yang berbeda, jika kita mengepalkan jari tengah dengan jari-jari lainnya, maka akan ada kekuatan di dalamnya. Itu bermakna, manusia meski berbeda harus bersatu dan bekerjasama di antara kita manusia yang lain. Maka, kemampuan dan kekuatan akan lahir dari sana.
Sementara, jari jempol letaknya paling awal, itu bermakna prestasi. Bila seorang individu telah memiliki prestasi selanjutnya dia akan mendapatkan jari telunjuk yang berarti pengakuan. "Orang kalau sudah dapat pengakuan dia akan disegani dan dipercaya," jelas Kang Agun.
Setelah melampaui jari tengah yaitu pendekatan diri kepada Tuhan, dengan melihat ke atas kepada Tuhan untuk bermohon dan berdoa. Serta ke kiri dan kanan yang berbeda, bersatu dan kerjasama di antara sesàma umat manusia.
Setelah itu, baru manusia berada di posisi jari manis, yang berarti pendapatan atau kesejahteraan. Setelah dapat pendapatan, lihatlah sebelah berikutnya jari kelingking. Jari terkecil yang bermakna perawatan agar manusia selalu bersyukur, berterimakasih, tidak sombong.
Karena itu kita kembali ke jari jempol yakni prestasi berikutnya. Dan terus lakukan itu selanjutnya sebagaimana waktu yang terus bergerak ke depan.
Setiap manusia pasti memiliki keinginan sukses. Bagi pemegang gelar Master program Adminitrasi Negara dan Kriminologi, Universitas Indonesia ini, filosofi lima jarinya telah menjadi pedoman hidup, setidaknya untuk dirinya sendiri, agar selalu mawas diri. Bahwa, manusia bukan siapa-siapa dan dia berada di tengah lautan manusia yang berbeda.
Kita ada dan hidup di tengah satuan bahkan jutaan, miliaran manusia yang saling berbeda satu dengan lainnya. Bahkan tidak ada yang sama, kembar sekalipun. Untuk itu, buat apa mempertentangkan perbedaan di antara sesama manusia. Perbedaan itu sebuah disain yang dirancang oleh Sang Penguasa alam.
Itulah filosofi lima jari Kang Agun.
Penulis: Renol Rinaldi
Editor: Ma’ruf Mutaqin, Taufan Agasta, Ari Susanto