Erick Thohir Tak Mungkin Terlibat Bisnis PCR, Ini Sejumlah Alasannya

Erick Thohir Tak Mungkin Terlibat Bisnis PCR, Ini Sejumlah Alasannya
Peneliti Maarif Institute, Endang Tirtana dalam diskusi Indonesia Lawyers Club, yang ditayangkan di Youtube pada Jumat (5/11)/ (Tangkapan Layar/ MONITORDAY)

MONITORDAY.COM - Peneliti Maarif Institute Endang Tirtana memberikan tanggapan mengenai isu adanya bisnis alat tes PCR yang ditudingkan ke Menteri BUMN Erick Thohir. Dia menilai, tidak mungkin Erick mempertaruhkan kredibilitas dengan bermain-main dengan bisnis PCR. 

"Saya tidak percaya dan tidak yakin 100 persen bahwa Erick Thohir akan mempertaruhkan kredibilitas dan masa depan politiknya yang masih cukup panjang dengan bermain-main pada bisnis PCR seperti yang ditulis TEMPO," kata Endang, dalam diskusi Indonesia Lawyers Club, yang ditayangkan di Youtube pada Jumat (5/11/2021). 

Endang pun menjelaskan alasan dirinya yakin bahwa Erick tidak terlibat. Pertama, yang ikut dalam bisnis tersebut adalah Yayasan Adaro, di mana secara hukum sebuah yayasan merupakan lembaga non profit yang bergerak untuk membantu kegiatan keagamaan, pendidikan, sosial dan kemanusiaan. 

"Tetapi yayasan bisa membentuk badan usaha perseroan terbatas sebagai upaya untuk berkembang dan mencari pendapatan dan itu harus sesuai dengan misi yayasan yaitu, keagamaan, sosial dan kemanusian," jelasnya. 

Endang mengungkapkan, Yayasan Adaro secara jelas menyatakan bahwa keterlibatan mereka dalam PCR adalah sebagai upaya untuk ikut berkontribusi membantu pemerintah dalam penanganan Covid-19. 

"Sudah kita ketahui bersama, ketika awal covid menyerang Indonesia dan dunia, kita semua kaget dan bingung tentang langkah apa yang harus dilakukan karena penularannya Covid-19 sangat cepat. Lalu muncullah inisiatif kolaborasi atau kerjasama semua pihak, termasuk pengusaha lewat aksi pilantropis untuk membantu pemerintah dan masyarakat melalui PCR," lanjut dia. 

Adapun PCR dipilih karena menjadi salah satu cara paling efektif untuk mengurangi penularan Covid-19, yakni dengan kemampuan secara cepat mendeteksi orang yang tertular sehingga tidak menularkan kepada orang lain. Menurut Endang, PCR juga membatasi pergerakan orang dari tempat ke tempat lain yang berpotensi untuk penularan.

"Upaya ini dinilai mampu untuk menekan laju penyebaran Covid-19 di Indonesia. Mestinya kita mengapresiasi terhadap kerja-kerja semua pihak termasuk para pengusaha yang telah berkontribusi dalam penanganan covid," lanjutnya. 

Selanjutnya, terkait GSI (Genomik Solidaritas Indonesia) yang disebut sebagai penikmat keuntungan dari PCR, Endang menyebut hal itu tidak tepat dan hanya framing untuk menggiring pikiran publik bahwa Erick Thohir terlibat dalam Bisnis PCR. 

"Karena berdasarkan data, test PCR di Indonesia adalah 28,4 juta dan total jumlah PCR yang dilakukan GSI adalah 700 ribu itu artinya hanya 2,5 persen dari total test PCR. Yayasan Adaro juga hanya mempunyai 6 persen di GSI, ini memperkuat pernyataan saya sebelumnya, apa yang dilakukan Yayasan Adaro adalah untuk misi kemanusiaan sebagaimana misi Yayasan," paparnya. 

Endang melanjutkan, keputusan terkait penunjukan perusahaan-perusaahaan yang terlibat dalam PCR adalah wewenang Kementerian Kesehatan. Termasuk soal harga juga ada di Kementerian Kesehatan. 

"Jadi sangat jauh sekali kalau ada yang menyebutkan bahwa Erick Thohir terlibat terkait PCR, kecuali kalau ada memang niat tidak baik untuk kait mengkaitkan," tegasnya. 

"Erick Thohir telah melepas semua jabatannya di swasta ketika diminta presiden Jokowi untuk memegang amanat sebagai Menteri BUMN. Alasan-alasan tersebut yang menjadi dasar saya tidak percaya dan tidak yakin bahwa Erick Thohir ikut cawe-cawe soal bisnis PCR," tandas Endang.