Empat Kisah Mbalelo Ruhut Sitompul dalam Pilgub DKI
MONDAYREVIEW.COM, Jakarta - Sikap Ruhut Sitompul dianggap terlalu ekstrem dan tidak sejalan dengan haluan Partai Demokrat. Terlebih, ia juga mendukung pasangan calon petahana Basuki T Purnama (Ahok) dan Djarot Syaiful Hidayat dalam Pilkada DKI 2017 mendatang.

MONDAYREVIEW.COM, Jakarta - Sikap Ruhut Sitompul dianggap terlalu ekstrem dan tidak sejalan dengan haluan Partai Demokrat. Terlebih, ia juga mendukung pasangan calon petahana Basuki T Purnama (Ahok) dan Djarot Syaiful Hidayat dalam Pilkada DKI 2017 mendatang.
Padahal, partai berlambang Mercy itu sudah memutuskan mengusung Agus Harimurti dan Sylviana Murni untuk berlaga dalam Pilgub DKI.
Walhasil, keputusan Ruhut dianggap "mbalelo" dari kebijakan partai. anggota Komisi III DPR RI itu pun akhirnya menerima sejumlah konsekuensi dari pilihannya tersebut.
Dikutip dari berbagai sumber, berikut kisah Ruhut Sitompul yang kerap "mbalelo" terhadap kebijakan Partai Demokrat:
Dicopot sebagai Jubir Partai
Ruhut Sitompul dicopot dari jabatannya sebagai juru bicara (jubir) Partai Demokrat lantaran kerap mengeluarkan statement mendukung Ahok dalam Pilgub DKI. Peristiwa ini sekaligus menjadi pembuka drama politik antara Ruhut dan Demokrat.
"Yang dinonaktifkan itu adalah posisi sebagai koordinator juru bicara, karena ada sesuatu hal yang disampaikan Pak Ruhut bahwa secara pribadi mendukung pasangan Ahok, namun ketika kita ketahui Demokrat belum memutuskan apa-apa, sehingga khawatir seolah-olah yang disampaikan Pak Ruhut itu sikap Demokrat," kata Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat (Wanbin PD) Agus Hermanto , di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/8) lalu.
Meski dicopot sebagai jubir, Ruhut tetap menjabat Ketua Bidang Polhukam Partai Demokrat.
Ruhut menuding digesernya dia dari posisi jubir bermula atas ketidaksukaan anggota Partai Demokrat kepada dirinya.
Adalah Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin yang dituding tidak suka dengan Ruhut. Polemik ini terjadi saat Ruhut mengeluarkan statement terkait penangkapan anggota DPR dari F-Demokrat I Putu Sudiartana (IPS) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 28 Juni lalu. IPS ditangkap atas dugaan suap proyek jalan di Sumatera Barat.
Atas insiden ini, IPS dipecat dari Partai Demokrat. Kemudian, Amir Syamsuddin dkk disebut membuat pertemuan yang tidak mengundang Ruhut sebagai Koordinator Jubir partai.
"Waktu Putu tertangkap tangan, gua ini Juru bicara, gua ini anti korupsi. Statemen aku Putu dipecat. Amir Syamsudiin dkk marah, bikin pertemuan aku koordinator nggak diundang," ungkapnya kepada wartawan, Senin (22/8).
"Kan waktu Amir Syamsuddin konpres mengenai Putu. Aku ada nggak? Udah itu aja. Mereka kebakaran jenggot. Kan Putu temannya main golf," lanjut Ruhut tanpa merinci omongannya.
Selain itu, Ruhut mengungkapkan penyebab dirinya dipecat dari Koordinator Jubir dikarenakan dukungan dia terhadap beberapa langkah yang diambil oleh Presiden Joko Widodo.
"Awalnya itu (soal pemecatan Putu). Lalu mereka kait-kaitkan gua bela Arcandra Tahar (mantan Menteri ESDM), bela Gloria Natapraja Hamel (anggota Paskibraka, seolah-olah Ruhut mendukung Pak Jokowi melanggar hukum. Gloria coba kalau menimpa kau punya adek, apa salahnya Gloria? Apa salahnya Arcandra? Dia orang hebat, jenius, diundang jadi menteri, kok salah-salahin dia," beber Si Raja Minyak itu.
Lebih lanjut ia pun menduga, Amir Syamsuddin dkk merasa "kebakaran jengot" lantaran kedekatannya dengan Jokowi.
"Mugkin mereka nafsu melihat aku di Danau Toba (Sumatera Utara) dengan Pak Jokowi. Hahahaha. Tapi nggak apa-apa, aku makin senang, makin beken," tukas Ruhut.
Melawan Ibas
Ketua Fraksi Demokrat di DPR Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menyarankan kader Demokrat yang bersebrangan dengan sikap partai untuk mundur. Sebab, keputusan partai yang sudah dipilih oleh Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) semestinya diikuti oleh seluruh kader, terlebih dalam menyukseskan pasangan Agus-Sylviana.
"Ketika keputusan berjenjang, akuntabel, transparan sudah diambil, maka sejak itulah semua kader harus berjuang bersama, bersatu untuk menyukseskan keputusan tersebut, begitulah etika politiknya," kata Ibas dalam keterangannya, Selasa (27/9).
Ibas memberi isyarat kepada kader partai yang memiliki pandangan berbeda untuk mengambil sikap tegas. Yakni untuk mengundurkan diri dari Demokrat atau menempuh jalan lain.
"Namun saya yakin kecintaan Saudara Ruhut yang telah berjuang dan menjadi bagian dalam membesarkan Partai Demokrat tidak pernah pudar pada partai yang disayanginya," ujar Ibas.
Menanggapi Ibas, Ruhut yakin desakan itu bakal jadi angin lalu. Dia percaya bahwa Partai Demokrat tidak akan benar-benar memecatnya.
"Aku tahu kenapa mereka enggak berani pecat aku. Karena karamlah partai ini kalau Ahok menang. Nanti kadernya yang paling hebat dia pecat karena enggak dukung calon dari parpolnya, ternyata menang. Jadi semua kebakaran jenggot," tutur anggota Komisi III DPR ini.
Ruhut kemudian merasa dirinya punya bayak 'amunisi'. Dia pun balik mengancam petinggi PD yang mendesaknya mundur. "Masih banyak amunisi aku. Hati-hati sama Ruhut. Gawat kalau aku 'nyanyi'," sambung Ruhut sambil tertawa.
Dipanggil Komwas Partai
Karena mendukung Ahok dan kerap bersebrangan dengan Demokrat, Ruhut Sitompul akhirnya dipanggil oleh Komisi Pengawasan (Komwas) partai. Tak hanya Ruhut, Hayono Isman juga dipanggil lantaran bertindak serupa.
"Aku siap kapan pun dipanggil komisi pengawas partai. Kapan aku pernah takut," kata Ruhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/9).
Menurut Agus Hermanto, Komwas Partai Demokrat masih terus bersidang membahas kasus Ruhut dan Hayono. Hasil dari sidang Komwas akan segera diumumkan ke publik. Hasil dari putusan Komwas selanjutnya akan dilaporkan dan diputuskan SBY.
"Nanti hasilnya diputuskan dilaporkan Pak SBY. Pak SBY yang mendeklarasikan,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Roy Suryo mengatakan, Komwas dan Dewan Kehormatan partai akan segera menentukan sanksi bagi Ruhut.
Sejumlah anggota partai menilai, secara etika sikap Ruhut sudah keterlaluan.
"Komwas dan Wanhor PD sedang bekerja, Insya Allah sudah akan segera ditentukan sanksinya," kata Roy saat dikonfirmasi, Kamis (29/9).
Terkait sanksinya, Roy mengatakan, partai akan taat pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) serta menyerahkan seluruhnya kepada Komwas dan Wanhor untuk memutuskan sesuai Pakta Integritas.
Roy menambahkan, di internal Partai Demokrat muncul petisi pemecatan Ruhut yang beredar di grup WhatsApp. Petisi tersebut didukung oleh hampir semua anggota partai.
saat dikonfirmasi, Ruhut meminta kader tak sembarangan menganjurkan agar ia mundur dari partai.
Partai Demokrat, kata dia, adalah milik SBY, bukan milik kader-kader tertentu.
Ia menegaskan siap dipecat jika pilihannya dianggap mengganggu partai.
Selama ini, lanjut Ruhut, SBY bersikap demokratis dan tak pernah memaksanya untuk mendukung calon tertentu pada Pilkada DKI.
"Kan aku sudah bilang, (kalau) aku salah, pecat. Itu saja. Kenapa enggak berani pecat aku? Ada apa?" ucap Ruhut.
Jadi Jubir Tim Pemenangan Ahok-Djarot
Setelah sekian lama mempertahankan keyakninannya untuk mendukung Ahok-Djarot, akhirnya Ruhut didapuk menjadi jubir dalam tim pemenangan pasangan tersebut.
Susunan tim pemenangan petahana sudah diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, pada Selasa (4/10) sore.
"Pak Charles Honoris telepon aku. Pak Djarot sama Pak Prasetio ketua timses mau ngomong. Ada apa? Aku bilang, mereka bilang sedang persiapan mau ke KPU, mohon izin kami masukkan abang jadi jurkam dan juru bicara. Apa abang bersedia? Apa aku nggak terharu?" tutur Ruhut saat dihubungi, Rabu (5/10).
Ruhut mengaku siap sepenuh hati dan sekuat tenaga mendukung strategi pemenangan Tim Ahok-Djarot. Bahkan ia menyatakan siap mundur sebagai anggota DPR.
"Kalau mandi itu basah, enggak boleh setengah-setengah. Mulai sekarang mereka sudah jadwalkan aku banyak, kalau perlu nginap di rumah penduduk DKI, ini untuk meyakinkan mereka kenapa Ahok," paparnya.
"Kalau nanti masih kurang, akhir reses ini aku mundur dari DPR. Mantap enggak?" imbuhnya.
Ruhut menyebut, jabatan bukanlah segalanya jadi Ia tak masalah jika harus mundur dari anggota DPR. Namun Ia belum resmi mundur sebagai kader Partai Demokrat.
"Aku hanya mau buktikan sama semua orang di dunia ini, jabatan bukan segalanya bagi Ruhut. Orang boleh ngotot mau jadi anggota DPR, jabatan aku tiga tahun lagi aku tinggalkan untuk memenangkan Ahok," tandasnya.
Selain menyebut akan mundur sebagai anggota DPR, Ruhut juga telah memutuskan untuk mundur dari jabatannya sebagai Koordinator Polhukam Partai Demokrat.
"Mundur dari jabatan partai (Koordinator Polhukam). Aku hanya jadi kader Demokrat anggota biasa," sambung dia.
Menanggapi keberadaan Ruhut di tim pemenangan petahana, Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat Imelda Sari mengaku menghormati apa yang menjadi pilihan politik Ruhut.
“Dalam politik kita tahu ada etika. Secara etika tentu kami hormati hak politik saudara Ruhut untuk menjadi timses Ahok, apalagi menjadi juru bicara paslon lain,” pungkasnya melalui keterangan tertulis, Rabu (5/10). (FRZ)