Ekonomi Pancasila (4): Cita-cita Demokrasi Ekonomi

Ekonomi Pancasila (4): Cita-cita Demokrasi Ekonomi
Ilustrasi foto/Net.

SILA KEEMPAT Pancasila mengandung makna penting bahwa dasar Indonesia merdeka mengacu kepada prinsip-prinsip demokrasi kerakyatan. Pengertian demokrasi di sini tidak hanya berorientasi untuk menyantuni kepentingan-kepentingan individual saja, melainkan terlaksananya dasar-dasar perikemanusiaan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Cita-cita untuk menghadirkan keadilan dalam kehidupan bernegara itu mensyaratkan adanya emansipasi dan partisipasi di bidang politik yang beriringan dengan partisipasi dan emansipasi di bidang ekonomi. Inilah yang disebut “sosio-demokrasi”, yaitu demokrasi yang tidak mengabdi pada sebagian kecil saja melainkan kepentingan masyarakat secara umum.

Sebagaimana ditulis Bung Hatta: “Demokrasi politik saja tidak dapat melaksanakan persamaan dan persaudaraan. Di sebelah demokrasi politik harus pula berlaku demokrasi ekonomi. Kalau tidak, manusia belum merdeka, persamaan dan persaudaraan tidak ada.” Ungkapan ini sejalan dengan pandangan tokoh ekonomi politik Inggris Harold J. Laski yang pemikirannya banyak mempengaruhi India di bawah Jawaharlal Nehru. Dia mengatakan, sesungguhnya kesetaraan politik tidak pernah nyata, kecuali dilengkapi oleh kesetaraan ekonomi (political equality is never real unless it is accompanied by virtual economic equality). 

Kemakmuran menyediakan beragam bentuk kesempatan, sementara si miskin tertindas karena mengalami ketidakberdayaan. Orang miskin yang tidak memiliki kesempatan ekonomi, hampir mustahil memiliki kesetaraan di bidang politik maupun hukum. Situasi yang secara kasat mata kita saksikan, betapa ruang politik begitu sesak oleh para pengusaha. Begitupun ejekan satir tentang hukum yang tumpul ke atas tapi tajam ke bawah. Karenanya, kesetaraan ekonomi harus ditempatkan pada posisi yang penting. Kesetaraan ekonomi akan eksis ketika orang memiliki kesempatan yang masuk akal untuk mengembangkan dirinya, meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya. pekerjaan yang memadai, upah layak, waktu luang yang cukup, dan hak-hak ekonomi lain yang akan menghasilkan kesetaraan ekonomi.

Istilah demokrasi sendiri merujuk kepada sebuah sistem di mana kekuasaan berada di tangan rakyat. Rakyat berperan serta dalam mengambil keputusan-keputusan yang dilakukan pemerintah. Prosedur keikutsertaan rakyat ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, apakah secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem perwakilan. Sedangkan ekonomi merujuk kepada suatu ilmu yang mempelajari sistem produksi dan distribusi dalam suatu keadaan di mana barang yang dibutuhkan bersifat terbatas. Jika kedua istilah ini digabungkan menjadi demokrasi ekonomi, dapat diartikan sebagai sebuah sistem di mana rakyat berperan serta secara substansial dalam menentukan proses produksi dan distribusi dan menerima manfaat dari kegiatan produksi tersebut secara relatif merata. 

Dapat dikatakan bahwa pelaksanaan demokrasi ekonomi merupakan suatu mekanisme atau cara bagi tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karenanya, untuk mewujudkannya perlu disusun suatu prosedur dan kebijakan dalam penyelenggaraan perekonomian nasional agar rakyat dapat terlibat secara luas, baik dalam proses produksi, pendistribusian hasil dari kegiatan ekonomi, serta yang paling penting adalah kedaulatan rakyat dalam mengendalikan keseluruhan jalannya perekonomian nasional. 

Susunan perekonomian yang berkedaulatan rakyat bukanlah sebuah pemberian, tetapi harus diperjuangkan. Untuk memastikannya, pemerintah bertugas untuk mempercepat usaha-usaha meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul sehingga memiliki kemampuan untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi di tingkat nasional maupun global. Yang juga penting, pemerintah dituntut untuk menyediakan suatu kebijakan agar rakyat dapat mengakses sumber-sumber daya ekonomi untuk mengangkat martabat kemanusiaannya. Terakhir, kedaulatan rakyat membutuhkan prasyarat penting hadirnya organisasi-organisasi rakyat yang kuat sebagai wadah bagi terjalinnya kerjasama, terutama untuk meningkatkan daya tawar terhadap aktor-aktor ekonomi besar di tingkat nasional dan global. 

Singkatnya, untuk melaksanakan sebuah negara yang bercirikan keadilan sosial, maka sistem politik yang demokratis saja tidak cukup. Hal tersebut harus bersamaan dengan dijalankannya agenda-agenda demokrasi ekonomi di Indonesia. Bahkan lebih jauh, demokrasi politik sangat mustahil dapat diwujudkan dalam sebuah negara bilamana tidak terdapat demokrasi ekonomi. Situasi ini terjadi oleh karena adanya kenyataan di banyak negara bahwa struktur ekonomi yang oligarkis dengan konsentrasi kekuatan ekonomi hanya pada segelintir orang, menyuburkan praktik politik yang tidak demokratis. Hal ini disebabkan karena perusahaan-perusahaan besar, lembaga keuangan, serta korporasi-korporasi media telah mengontrol proses politik yang menyebabkan kekuatan korporasi menjadi tirani yang meminggirkan kedaulatan rakyat.

Karena itu, dapat diterangkan bilamana di dalam suatu masyarakat tidak terdapat demokrasi ekonomi, maka proses produksi hanya ditentukan oleh sekelompok elite, dan hasil-hasil produksi tersebut tidak didistribusikan secara merata kepada seluruh masyarakat. Keyakinan akan demokrasi ekonomi didasarkan pada penolakan terhadap kepemilikan segelintir orang terhadap alat-alat produksi. Atau dengan kata lain, demokrasi ekonomi adalah suatu sistem yang menolak proses ekonomi yang akan menimbulkan konsentrasi kekuatan ekonomi di tangan segelintir orang dan segelintir kelompok. Akan tetapi di saat bersamaan, demokrasi ekonomi juga bukanlah sebuah sistem yang serba negara (etatisme) dengan terjadinya penciutan inisiatif rakyat untuk berperan di dalam proses ekonomi yang dapat merusak pemanfaatan sumber-sumber nasional yang optimal untuk kesejahteraan rakyat.