Dua Tahun Jokowi-JK, Fadli Zon Sebut Capaian Pemerintah Belum Maksimal
MONDAYREVIEW.COM, Jakarta - Usia kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) dalam memimpin roda kenegaraan akan genap dua tahun pada 20 Oktober 2016 mendatang. Beragam kritik dan pujian terus menghujan seiring kinerja yang ditorehkannya.

MONDAYREVIEW.COM, Jakarta - Usia kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) dalam memimpin roda kenegaraan akan genap dua tahun pada 20 Oktober 2016 mendatang. Beragam kritik dan pujian terus menghujan seiring kinerja yang ditorehkannya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon misalnya. Ia menyebut cita-cita Jokowi-JK ketika kampanye Pilpres 2014 lalu masih jauh dari kata memuaskan. Hampir semua capaian di bidang pemerintahan belum menunjukkan hasil yang maksimal.
Pada sektor ekonomi, Fadli menjabarkan masyarakat masih kesulitan mencari pekerjaan, daya beli yang minim dan harga kebutuhan pokok masih tinggi.
Di bidang politik, Fadli menyebut kehidupan politik saat ini masih relatif kurang sehat lantaran kisruh di tataran partai politik terbilang cukup banyak. Tak hanya itu, iklim demokrasi juga kerap diwarnai intervensi dan keinginan penguasa atau kelompok tertentu.
"Di bidang politik, masih didominasi oleh keinginan untuk melakukan satu penguasaan. Termasuk kelompok atau parpol. Kehidupan politik kita relatif kurang sehat karena beberapa parpol dipecah belah. Ada jejak dari intervensi pemerintah sehingga kehidupan demokrasi kita mah diwarnai demokrasi yang diintevensi keinginan kekuasaan," jelas Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, seperti dikutip dari Merdeka.com, Senin (17/10).
Kemudian, pada sektor hukum, Fadli mengatakan bahwa saat ini realitas yang terjadi masih menunjukkan bahwa hukum tumpul keatas namun tajam kebawah. Dengan demikian, lanjut dia, diskriminasi hukum masih terjadi di Indonesia.
"Di bidang hukum, secara singkat saya lihat hukum kita semakin tak jelas, hukum jadi sangat tumpul ke atas, tajam ke bawah. Diskriminasi hukum terjadi dimana-mana. Korupsi besar terjadi dimana-mana," ungkapnya.
Wakil Ketua DPR ini juga menyindir keikutsertaan Jokowi dalam Operasi Pemberantasan Pungli (OPP) di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) beberapa waktu lalu. Dia menilai presiden tak seharusnya turun ke lapangan karena praktik pungli itu hanya kasus kecil.
"BPK menyampaikan ada kerugian negara tapi tidak diusut. Tapi petty corruption dikejar. Contoh, yang dilakukan presiden di OTT. Menurut saya itu peristiwa memalukan, itu kan cukup polsek saja. Presiden ketinggian. Mungkin kapolsek juga sudah ketinggian," pungkasnya. (FRZ)