DPR: Polemik Pembelian Senjata Tidak akan Terjadi Jika Ada Komunikasi dan Koordinasi yang Baik
Pembelian senjata standar militer yang mematikan yang dilakukan selain TNI menjadi sorotan publik.

MONDAYREVIEW.COM – Pembelian senjata standar militer yang mematikan yang dilakukan selain TNI menjadi sorotan publik. Bahkan ini telah menjadi polemik di tengah masyarakat, dengan mengaitkan dengan adanya kebangkitan PKI. Pasalnya kejadian seperti ini pernah terjadi pada tahun 1965.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin mengatakan polemik ini seharusnya tidak akan terjadi jika masing-masing institusi negara memiliki komunikasi yang baik. Maka itu, Ia meminta agar komunikasi dan koordinasi antar lembaga pemerintah segera diperbaiki. “Ini jangan sampai terulang kembali, komunikasi dan koordinasi antara lembaga pemerintah harus diperbaiki,” katanya di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Selasa (3/10).
Selain itu, politikus PDI Perjuangan ini mengatakan agar polemik ini tidak kembali terjadi maka perlu ada revisi undang-undang terkait pertahanan dan keamanan negara. "Mari kita atur dulu dalam UUD 1945 pasal 30 ayat 2 bahwa dalam sistem pertahanan dan keamanan negara dalam keadaan perang maka komponen utama adalah TNI dan Polri," jelasnya.
Lebih lanjut Ia menjelaskan terkait masalah perizinan senjata, persoalan ini perlu perbaikan dengan undang-undang yang jelas supaya pihak terkait memiliki aturan tidak membingungkan. Sehingga tumpang tindih seperti saat ini tidak kembali terulang. “Saya kira aturan-aturannya masih ada yang bolong yang harus diperbaiki. Misalnya yang standar militer jangan hanya Permen (peraturan menteri), paling tidak standar untuk seluruh Indonesia untuk militer dan Polri dibuatkan aturan pemerintahnya," imbuhnya.
Pria yang akrab disapa Kang TB ini menegaskan bahwa DPR siap melakukan revisi terkait UU tersebut. Sehingga tidak situasi seperti ini tidak kembali terulang. “Agar tidak gaduh kembali perlu dikuatkan sistem koordinasi antar lembaga dan ditertibkan aturan perundang- undangan yang dibutuhkan,” tuturnya.
Sementara itu, Tokoh Militer Letnan Jenderal TNI (Purn) Surya Prabowo menegaskan bahwa antara Polri dan TNI harus memiliki senjata yang berbeda. Pasalnya kedua lembaga negera ini memiliki tugas dan musuh yang berbeda.
Menurutnya Polri tidak pas jika memiliki senjata standar militer yang mematikan. Pasalnya Polri hanya memiliki tugas sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. “Tidak pas kalau senjata Polri dan TNI sama. Maka tidak pas jika Polri dipersenjatai dengan senjata standar militer yang mematikan.,” tulisnya lewat akun Facebooknya, Selasa (3/10).
Baginya Polri tidak pas jika memiliki senjata seperti senapan mesin berat 12,7 mm; senapan Sniper kaliber besar; Granat Lontar 40 mm HEFJ; mMortir 81 mm; dan senjata Anti Tank RPG-7.
Sebelumnya, Mabes Polri mengonfirmasi adanya impor 280 senjata dan 5.000 butir peluru yang saat ini masih berada di Bandara Soekarno-Hatta. Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan senjata tersebut adalah milik institusinya dan merupakan barang sah dengan pengadaan yang legal.