DPR Baru Diharap Tutup Rapat Potensi Korupsi

Pelantikan 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2019-2024 telah digelar Selasa (1/10) kemarin. Dilantiknya para wakil rakyat ini diharapkan menjadi titik awal untuk menghadirkan parlemen yang diharapkan oleh publik yakni aspiratif, partisipatif, kolaboratif dan anti korupsi.

DPR Baru Diharap Tutup Rapat Potensi Korupsi
Pelantikan Anggota DPR RI Periode 2019-2024/foto: istimewa

MONITORDAY.COM - Pelantikan 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2019-2024 telah digelar Selasa (1/10) kemarin. Dilantiknya para wakil rakyat ini diharapkan menjadi titik awal untuk menghadirkan parlemen yang diharapkan oleh publik yakni aspiratif, partisipatif, kolaboratif dan anti korupsi.

Peneliti Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) Ferdian Andi memprediksi DPR yang baru akan terbebani dengan peninggalan DPR periode 2014-2019. Terutama berbagai polemik yang muncul di bidang legislasi oleh DPR sebelumnya di penghujung periode. 

"Apalagi ada mekanisme carry over yakni RUU yang telah masuk pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) di periode sebelumnya dapat dilanjutkan di periode berikutnya. Artinya, bola panas pembahasan sejumlah RUU tersebut bakal terjadi di DPR baru. Dengan demikian DPR baru harus belajar dari polemik yang timbul dari DPR periode sebelumnya," tutur Ferdian, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/10).

Ferdian mengungkapkan, profil anggota DPR Periode 2019-2024 yang didominasi oleh anggota DPR petahana sebanyak 298 orang (50,26%), serta jumlah fraksi yang tak jauh berbeda dengan DPR 2014-2024, minus Fraksi Hanura, serta komposisi koalisi pemerintah yang cukup dominan. "Wajah DPR baru diprediksikan tak banyak alami perubahan dibanding DPR periode sebelumnya," ujarnya.

Ferdian menambahkan, kinerja parlemen di bidang legislasi yang tidak maksimal pada periode sebelumnya, yang hanya mampu mengesahkan 91 UU menjadi catatan penting DPR dalam menjalankan fungsi legislasi. Meskipun, kinerja di bidang legislasi oleh Parlemen tidak bisa dilepaskan dari kinerja eksekutif di bidang legislasi. 

"Karena pembahasan UU harus dilakukan secara bersama-sama antara DPR dan Presiden. Kerja legislasi DPR buruk, sama saja kerja legislasi Presiden juga buruk," tambahnya.

Menurut Ferdian, hal yang utama dari perbaikan parlemen tak lain dimulai dari reformasi di partai politik. Menurutnya, selama partai politik belum mereformasi dirinya, jangan berharap banyak terhadap perubahan wajah parlemen. 

"Pekerjaan rumah di partai politik seperti soal pendanaan partai, sirkulasi kepemimpinan serta tata kelola partai yang modern harus segera dibereskan melalui perubahan AD/ART partai. Jika tidak, sulit untuk berharap DPR periode 2019-2024 berkinerja baik," ungkapnya.

Sementara terkait korupsi, Dosen FH Universitas Bhayangkara Jakarta Raya ini mengungkapkan, korupsi yang menjerat 23 anggota, termasuk dua pimpinan DPR Periode 2014-2019 lalu, juga menunjukkan lima tahun terkahir ini belum terbentuk sistem yang ajeg yang menutup potensi korupsi di parlemen. 

"karena itu tantangan DPR baru harus dipastikan sistem kerja Parlemen menutup rapat-rapat potensi korupsi," tandas Ferdian.