Disrupsi Bimbingan Belajar

Di saat bimbel konvensional sedang di masa kejayaan, bimbel online mulai merintis usahanya.

Disrupsi Bimbingan Belajar
Salah satu bimbel konvensional terbesar di Indonesia/Tribunnews

MONDAYREVIEW.COM – Bimbingan belajar yang populer disebut dengan Bimbel merupakan lembaga pendidikan komplementer di luar lembaga pendidikan formal yakni sekolah. Hubungan bimbel dengan sekolah ibarat suplemen makanan terhadap makanan pokok. Seperti namanya, bimbingan belajar merupakan tempat kegiatan belajar mengajar yang menawarkan kondisi belajar yang lebih kondusif. Bimbel juga kadang disertai dengan memberikan trik-trik menjawab pertanyaan yang tidak diberikan di sekolah. Tidak semua siswa mengikuti bimbel, juga bukan kewajiban dari sekolah mengikutinya. Siswa yang ikut bimbel didasari atas kesadaran dirinya yang ingin meraih pencapaian akademik lebih baik.

Beberapa bimbingan belajar yang sudah punya nama besar diantaranya Ganesha Operation, Sony Sugema College, Nurul Fikri, Bintang Pelajar, Primagama. Bimbel-bimbel tersebut bersifat konvensional, mengandalkan pembelajaran tatap muka tidak online. Sekitar tahun 2000-2015 mereka semua Berjaya mendapatkan kepercayaan dari banyak siswa. Namun semuanya berubah saat start up merajalela. Bimbel-bimbel daring mulai bermunculan menggerus keberadaan bimbel konvensional. Dengan harga yang lebih terjangkau, bimbel daring memberikan pembelajaran yang tak kalah berkualitas. Bedanya hanya tidak adanya interaksi langsung antara siswa dan tutor.

Di saat bimbel konvensional sedang di masa kejayaan, bimbel online mulai merintis usahanya. Zenius memulai dengan menjual CD berisi video-video pembelajaran ala Zenius. Ruangguru masih berbentuk platform mempertemukan guru privat dengan siswa yang membutuhkan. Pada awalnya bimbel online belum benar-benar online, masih mix antara online dan offline. Dalam perkembangannya, Zenius tidak lagi menjual CD pembelajaran, karena rentan dibajak juga. Ruangguru pun akhirnya memilih jalan seperti Zenius, membuat video-video pembelajaran. Lalu mematok tarif untuk bisa mengakses keseluruhan video.

Pada akhirnya ruangguru menjadi start up unicorn, terlihat investor jor joran berinvestasi pada start up ini. Ruangguru menyewa beberapa stasiun TV sekaligus guna mengiklankan produknya. Publik figur pun menjadi endorser ruangguru. Setelah dinilai berhasil, Belva Devara salah satu founder ruangguru diangkat presiden menjadi stafsus milenial. Sayangnya karena kasus kartu prakerja, Belva memilih mengundurkan diri dari posisi stafsus dan kembali mengembangkan ruangguru.

Zenius tidak sebesar ruangguru, platform ini tidak beriklan secara jor joran seperti platform rivalnya. Namun Zenius mempunyai konsumen loyal yang menggunakan videonya untuk belajar. Banyak yang menganggap Zenius lebih berkualitas karena videonya tak hanya sekadar mempelajari materi saja, namun diajari juga penguatan logika peserta didik. Zenius senantiasa mengajarkan konsep secara matang dari dasarnya. Alumni-alumni Zenius banyak yang berhasil masuk ke perguruan tinggi negeri.

Bagaimana nasib bimbel konvensional menghadapi bimbel daring? Tentu saja tak berarti bimbel konvensional segera tutup karena adanya bimbel daring. Bimbel konvensional tetap akan mempunyai pelanggan yang loyal walaupun boleh jadi tidak sebanyak dahulu. Namun ada hal-hal yang tidak bisa digantikan oleh daring dari konvensional, yakni kedekatan tutor dengan siswanya. Hal ini tetap menjadi nilai plus dari bimbel konvensional. Karena itu kita patut gembira bahwa adanya bimbel konvensional dan daring sekaligus semakin memperbanyak pilihan bagi siswa untuk belajar.

Sayangnya pada masa pandemic, bimbel konvensional mau tidak mau harus menjadi daring juga karena resiko penularan. Pada akhirnya, di masa pandemic, semua harus mengikuti metode pembelajaran jarak jauh baik yang konvensional maupun daring.