Dinilai Menebar Kebencian, Pengamat: Viktor Laiskodat Harus Segera Ditangkap
Pernyataan yang dilontarkan Viktor Laiskodat telah menebar benih kebencian yang bisa memicu kekisruhan baru.

MONDAYREVIEW.COM – Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago menilai pernyataan yang dilontarkan oleh Politikus Partai NasDem, Viktor Laiskodat telah menebar benih kebencian yang bisa memicu kekisruhan baru di dunia politik, dan di sektor sosial Indonesia. Maka itu, ia meminta pihak kepolisian segera menangkap Viktor.
"Harusnya dia (Viktor) ditangkap, supaya ada efek jera dan nggak ada lagi Viktor yang lainnya. Apalagi, yang bersangkutan juga sudah dilaporkannya ke Bareskrim Polri oleh sejumlah pihak," katanya seperti dilansir Republika.co.id , Minggu (6/8).
Pangi menegaskan bahwa pidato yang disampaikan Viktor di depan konstituennya jelas-jelas telah menjelekkan Partai Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat sebagai pendukung kaum intoleran. Pidatonya juga mengandung ujaran kebencian yang dinilai menyinggung umat Islam.
Menurutnya apa yang disampaikan politikus NasDem sengaja disampaikan untuk kepentingan politik, yaitu untuk menghancurkan suara empat partai di daerah tersebut dengan isu-isu anti-pancasila dan khilafah.
"Kalau dilihat dari pidatonya, dia (Viktor) punya kepentingan. Yaitu untuk menggembosi suara Partai Gerindra, Demokrat, PAN dan PKS. Pastinya dia juga berharap suara partainya menang di NTT," paparnya.
Sementara itu Anggota Fraksi Nasdem DPR Ahmad Syahroni menegaskan bahwa apa yang diucapkan rekannya dilindungi hak imunitas sehingga tidak bisa diajukan penuntutan atas pernyataannya ketika melakukan tugas.
Syahroni menuturkan hak imunitas ini menjamin anggota DPR mengutarakan pendapat ketika melaksanakan tugasnya, termasuk ketika reses. Ketika reses, anggota DPR melakukan kegiatan di luar gedung DPR seperti melakukan kunjungan kerja di daerah pemilihan.
Menurut Syahroni, hak ini dijamin dalam UUD 1945, Pasal 20A, ayat (3) serta dikuatkan dalam Pasal 224 Undang-Undang MD3. Karena itu, dia mengatakan, Viktor tidak dapat dikenakan sanksi apapun karena memiliki hak imunitas bersifat absolut mutlak.
"Kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 (4) UUMD3, mengemukakan hasil rapat yang disepakati bersifat tertutup dan yang termasuk kategori rahasia negara meskipun makna teks rahasia negara masih berifat kabur tidak inperatif dalam UU," kata Syahroni dalam keterangan, Sabtu (5/8).
Pasal 20A ayat (3) UUD 1945 menyebutkan setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.
Hak imunitas termuat dalam tujuh ayat pada Pasal 224 UU MD3. Aturan itu mengamanatkan anggota DPR tidak dapat dituntut karena penyataan atau tindakannya ketika melakukan tugas.
Undang-undang tersebut juga sudah mengatur tata cara pemanggilan anggota DPR yang diduga melanggar hukum lewat pernyataan atau sikapnya ketika melaksanakan tugas. Pemanggilan hukum harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI.
Proses pemberian izin memerlukan waktu maksimal 30 hari sejak permintaan dilayangkan kepada MKD. Jika MKD tidak mengizinkan maka surat pemanggilan hukum itu batal.
Selengkapnya ini bunyi Pasal 224 UU MD3 dilansir dari laman resmi DPR RI:
(1) Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun
tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.
(2) Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena sikap, tindakan, kegiatan di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang semata-mata karena hak dan kewenangan konstitusional DPR dan/atau anggota DPR.
(3) Anggota DPR tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam rapat DPR maupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dinyatakan sebagai rahasia negara menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
(6) Mahkamah Kehormatan Dewan harus memproses dan memberikan putusan atas surat pemohonan tersebut dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari setelah diterimanya permohonan persetujuan pemanggilan keterangan tersebut.
(7) Dalam hal Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan tidak memberikan persetujuan atas pemanggilan angggota DPR, surat pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak memiliki kekuatan hukum/batal demi hukum.