Dinasti Yang Terusik di Tubuh Partai Demokrat

MONITORDAY.COM - Pernyataan Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyonom (SBY) yang angkat bicara soal isu kudeta terhadap partainya ditanggapi ragam hipotesa.
Pakar Komunikasi Politik, Lely Arrianie menilai ujaran mantan Presiden SBY seperti memecah ombak di pantai, tiba-tiba menyeruak kepanggung politik depan ( Front stage) keluar dari persembunyiannya dari panggung belakang (Back Stage) dengan konferensi pers yang dilakukannya tentang adanya pihak luar yang ingin "membeli" partainya dan ia terusik.
"Ucapan SBY buat orang bertanya-tanya, jika partai itu berhasil dibeli, maka akan berpotensi pada tersingkirnya putra mahkota dari tampuk kekuasaan partai. Hingga saat ini, AHY masih tetap jadi Ketum. Ada apa yang terjadi?," ungkap Lely kepada Monitorday.com, Sabtu (27/2/2021).
Lely menjelaskan, apa yang terjadi di Partai Demokrat adalah sinyalemen tentang "bolong" nya perahu partai Demokrat.
Lely menganalisa hal ini bermula dari pasca pencalonan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Pilkada DKI 2017. Lely pun pernah membahasnya diberbagai TV nasional tentang geliat politik untuk "mengkarbit" AHY yang mentah pengalaman politik tetapi didongkrak dengan tanpa melalui proses "meretrokasi" politik .
Pemaksaan AHY di pangung politik ini mengisyaratkan kuatnya politik simbol "patron-klien" karena SBY adalah patron bagi AHY. Lalu bagaimana jika politik patron klien itu meredup suatu saat karena ketiadaan kekuasaan, lalu ia tak lagi menjadi simbol patron?
Pertanyaan itu terjawab kini
Kader-kader partai mulai menggeliat untuk menggeser identitas partai yg seolah ingin menerapkan "politik dinasti" dalam kepemimpinan partai sebagai pilihan model partai yang bisa saja langgeng jika pola relasi kuasa dalam partai menunjukkan harmonisasi ditunjang kepercayaan tokoh partai dan para kader bahwa mereka " Aman" dan " Nyaman" untuk tetap bernaung disana.
Tapi realitas partai hari ini "berbicara" dalam banyak bahasa komunikasi politik.
Ada friksi yang sudah terbangun pada partai berlambang mercy itu, ada sebagian ingin tetap berada dalam garis politik " dinasti" dalam kepemimpinan partai yang dibangun SBY.
Sebagian lainnya ingin keluar dan melakukan perubahan agar partai menjadi partai modern yang terbuka bagi semua kader. Max Sopacua menamakannya kelompok "garis lurus" yang bisa keluar dari bayang bayang personalisasi patronnya yakni SBY.
Mereka menyatakan ingin menyelamatkan, mengembalikan dan meluruskan garis perjuangan partai demokrat saat didirikan oleh pendirinya.
Bagi Lely, tari dan gendang di partai ini kian meliuk-liuk tak lagi tampil apik ditengah oskestra, sebab penyanyinya dinilai suaranya tak lagi mampu mengikuti irama musik yang dimainkan para pemusik dan seniman politik lainnya.
Akankah dinasti bertahan? ucap Lely, akankah pembeli sukses menawar harganya atau penjual bisa bertahan untuk tidak mengobral dagangan politiknya karena menganggap dagangannya ekslusif dan berkelas.
Ini semua tergantung juragan dan modal politiknya yang dianggap masih sukses menjamin rasa aman dan nyaman kader yang berjuang mempertahankan harga politik partai.