Dikutuk Seperti Bandit dan Dipuja Bagai Dewa
Dalam lanskap politik Indonesia dengan diametral pemilihan sikap politik maka dapatlah dikatakan Jokowi, Prabowo dan Ahok berada dalam konteks tersebut.

MONDAYREVIEW.COM – Dalam otobiografinya Sukarno berkata, “…Tidak seorang pun dalam peradaban modern ini bisa menimbulkan demikian banyak perasaan pro dan kontra seperti Sukarno. Aku dikutuk seperti bandit dan dipuja bagai dewa…”. Nyatanya terminologi ‘dikutuk seperti bandit dan dipuja bagai dewa’ ternyata dapat kembali terulang di abad 21 ini. Dalam lanskap politik Indonesia dengan diametral pemilihan sikap politik maka dapatlah dikatakan Jokowi, Prabowo dan Ahok berada dalam konteks tersebut.
Keberlimpahan informasi di era teknologi yang sedemikian maju pun tidak lantas menempatkan seorang tokoh politik secara proporsional dimaknai sebagai manusia biasa yang bisa benar dan bisa salah. Militansi dukungan, prinsip seseorang yang mencomot informasi yang mengagungkan dukungannya sembari menjatuhkan rival politiknya terjadi. Rupanya semangat akan adanya ratu adil dan para tokoh besar yang dipercaya akan mampu menghadirkan zaman yang lebih baik masih begitu lekat terpatri.
Simaklah puja-puji para pendukung tokoh politik tertentu. Simaklah betapa segala hal dikupas dari yang substansial hingga informasi sampiran. Dan simaklah pula betapa kutukan bak bandit dialamatkan bagi rival politik sang tokoh pujaan.
Berpolitik dengan menggunakan rasio yang sehat hendaknya menghadirkan sikap kritis serta terhindar dari kultus individu. Panggung politik akan terus diisi oleh berbagai tokoh. Dan siapkan diri dalam takaran yang pas antara harapan dan kekecewaan terhadap politikus. Tentu kadar cinta dan benci yang berlebihan tidak sehat bagi laku demokrasi.