Di Surabaya Sampah Sudah Jadi Listrik

Di Surabaya Sampah Sudah Jadi Listrik
Presiden Joko WIdodo Resmikan TPA Benowo/ situs Kepresidenan

MONITORDAY.COM - Banyak negara telah menerapkan teknologi maju dalam pengolahan sampah. Di negara negara maju seperti Denmark, Swiss, Amerika dan Prancis. Mereka  telah memaksimalkan proses pengolahan sampah. Tidak hanya mengatasi bau  busuk saja tapi sudah mengubah sampah – sampah ini menjadi energi  listrik. Khusus di Denmark 54 persen sampah diubah menjadi energi listrik.

Dan kini langkah tersebut diimplementasikan di Indonesia setelah tersedianya payung hukum bagi para Kepala Daerah. Sebelumnya banyak kepala daerah yang tidak berani menerapkan terobosan dalam membangun fasilitas ini mengingat anggaran yang diperlukan untuk membangun dan mengoperasikannya relatif besar. Dari sisi anggaran, biaya pengangkutan sampah termasuk maintenancenya sangat besar hingga mencapai Rp70 Miliar setahun. Sementara  anggaran untuk pengelolaan sampah mandiri hanya kisaran Rp4 Miliar setahun.

Metode Gasification Power Plant ini mampu mengolah sampah menjadi listrik. Pertama, sampah yang telah ditimbang akan dimasukkan waste Pit atau proses pemilahan. Kemudian, sampah itu diayak menggunakan crane seperti capit dan dimasukkan ke dalam Boiler. Nah, di dalam Boiler itulah proses pembakaran dilakukan. Metode ini pun terbilang lebih cepat dibanding sebelumnya Landfill Gas Power Plant.

Presiden Joko Widodo meninjau dan meresmikan fasilitas Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) yang berada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, pada Kamis, 6 Mei 2021.

Dalam sambutannya, Presiden mengapresiasi gerak cepat pemerintah Kota Surabaya dalam merealisasikan fasilitas tersebut dan meminta kota-kota lain untuk meniru apa yang telah dilakukan di Surabaya.

Sejak 2018, Presiden telah berupaya menyiapkan sejumlah payung hukum bagi daerah untuk bisa merealisasikan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik tersebut. Lebih jauh lagi, keinginan untuk bisa memiliki fasilitas tersebut sudah ada sejak tahun 2008 saat Presiden Joko Widodo masih menjabat sebagai Wali Kota Solo.

 “Saya siapkan Perpresnya, saya siapkan PP-nya, untuk apa? Karena pengalaman yang saya alami sejak tahun 2008 saya masih jadi wali kota kemudian menjadi gubernur, kemudian jadi Presiden, tidak bisa merealisasikan pengolahan sampah dari sampah ke listrik seperti yang sejak dulu saya inginkan di Kota Solo waktu menjadi wali kota,” jelasnya.

Payung hukum yang dikeluarkan Presiden antara lain Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Tujuannya agar pemerintah daerah berani mengeksekusi program pembangunan tersebut tanpa khawatir terhadap payung hukumnya.

 “Untuk memastikan Pemda itu berani mengeksekusi. Dulu takut mengeksekusi karena dipanggil. Kejaksaan panggil, nanti kepolisian panggil, ada KPK panggil. Karena payung hukumnya yang tidak jelas sehingga memutuskannya sulit,” ungkapnya.

Kepala Negara pun mengapresiasi kecepatan bekerja pemerintah Kota Surabaya sebagai salah satu kota yang ditunjuk lewat Peraturan Presiden yang pertama kali berhasil membuat fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik tersebut.

Selain Kota Surabaya, ada 11 daerah lain yang ditunjuk dalam Perpres 35/2018, yakni DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Makassar, Kota Denpasar, Kota Palembang, dan Kota Manado.

 “Sekali lagi saya acung dua jempol untuk pemerintah Kota Surabaya baik wali kota lama maupun yang baru. Tidak mudah, karena saya mengalami,” imbuhnya.

Untuk diketahui, pembangunan fasilitas pengelolaan sampah menjadi energi listrik di sejumlah daerah prioritas telah sejak lama dibahas oleh Presiden beserta jajaran terkait pada rapat terbatas yang digelar pada 16 Juli 2019 lalu. Dalam kesempatan kali ini, Kepala Negara kembali menyampaikan bahwa semangat dari pembangunan fasilitas tersebut tidak hanya terletak pada urusan penyediaan listrik semata, tapi juga hendak membenahi salah satu permasalahan soal manajemen sampah utamanya di kota-kota besar.

Teknologi Pengolahan Sampah Modern

Dikutip dari situs tridinamika.com teknologi pengolahan sampah ini untuk menjadi energi listrik pada  prinsipnya sangat sederhana sekali yaitu sampah dibakar sehingga menghasilkan panas (proses konversi thermal), panas dari hasil pembakaran dimanfaatkan untuk mengubah air menjadi uap dengan bantuan boiler, uap bertekanan tinggi digunakan untuk memutar bilah turbin, turbin dihubungkan ke generator dengan bantuan poros, dan generator menghasilkan listrik dan listrik dialirkan ke rumah – rumah atau ke pabrik.

Proses  konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa, dan gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan  reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan oksigen.

Pembangkit listrik tenaga sampah yang banyak digunakan saat ini  menggunakan proses insenerasi salah. Sampah dibongkar dari truk pengakut sampah dan diumpankan ke inserator. Di dalam  inserator sampah dibakar. Panas yang dihasilkan dari hasil pembakaran  digunakan untuk mengubah air menjadi uap bertekanan tinggi. Uap dari  boiler langsung ke turbin. Sisa pembakaran seperti debu diproses lebih  lanjut agar tidak mencemari lingkungan (truk mengangkut sisa proses pembakaran).

Teknologi pengolahan sampah ini memang lebih menguntungkan dari  pembangkit listrik lainnya. Sebagai ilustrasi: 100.000 ton sampah  sebanding dengan 10.000 ton batu bara. Selain mengatasi masalah polusi  bisa juga untuk menghasilkan energi berbahan bahan bakar gratis juga  bisa menghemat devisa