Demokrasi, yang Berbeda, Ancaman Terhadap Pancasila

Mohammad Natsir berkata 'Islam beribadah itu akan dibiarkan. Islam berekonomi akan diawasi. Islam berpolitik itu akan dicabut seakar-akarnya'.

Demokrasi, yang Berbeda, Ancaman Terhadap Pancasila
Massa Hizbut Tahrir Indonesia (Hizbut Tahrir Indonesia)

MONDAYREVIEW.COM – Demokrasi memberikan ruang yang lapang bagi pihak-pihak yang berbeda pendapat. Pertikaian pendapat boleh terjadi, namun sepanjang tidak keluar dari garis konstitusi, hal itu masih dibolehkan.

Hari Senin (8/5) ini pemerintah memutuskan untuk membubarkan dan melarang kegiatan yang dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto menyatakan ada tiga alasan pemerintah membubarkan HTI.

Pertama, sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.

Kedua, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.

Ketiga, aktifitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.

Juru Bicara HTI Ismail Yusanto menampik bahwa Hizbut Tahrir Indonesia disebut anti-Pancasila.

“Sekarang kalau kami dibilang anti-Pancasila, coba bisa tunjukkan enggak di mana kami menyebut anti-Pancasila,” kata Ismail Yusanto seperti dilansir Kompas, Rabu (3/5).

HTI pun pada akhir April lalu dilarang mengadakan kegiatan International Khilafah Forum. HTI juga dilekatkan dengan tuduhan makar.

Apa yang dilakukan oleh pemerintah ini mengingatkan pada Indonesia di tahun 1980-an. Ketika itu umat Islam dan suara Islam praktis dibungkam. Ekstrem kanan ditabalkan pada kalangan Islam. Anti Pancasila pun dipromosikan lekat dengan beberapa kalangan Islam.

Pembubaran dan pelarangan HTI Indonesia dilingkupi dengan isu intoleran, keragaman, anti politik SARA. Kemenangan Anies-Sandi di Pilkada DKI Jakarta dengan sinis dianggap sebagai kemenangan mereka yang intoleran, anti keragaman, dan politik menggunakan SARA.

Kebetulan pula pada Selasa (9/5) merupakan vonis dari majelis Hakim terhadap kasus penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum sendiri bagi beberapa kalangan umat Islam ditengarai terlalu rendah serta berpotensi meloloskan Ahok.

Sukar memang untuk tidak menghubungkan titik-titik yang ada dengan preferensi dari pemerintah saat ini. Bagaimana pemerintah terlihat hanya dekat dengan kalangan Islam di permukaan.

Semoga saja pemerintah saat ini tidak seperti yang dikhawatirkan tokoh Islam era Orde Lama, Mohammad Natsir yang berkata “Islam beribadah itu akan dibiarkan. Islam berekonomi akan diawasi. Islam berpolitik itu akan dicabut seakar-akarnya”.