Dampak Kenaikan Cukai Rokok Terhadap Produsen

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemekeu) telah menetapkan kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun 2021.

Dampak Kenaikan Cukai Rokok Terhadap Produsen
Sumber gambar: antaranews.com

MONDAYREVIEW.COM -  Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemekeu) telah menetapkan kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun 2021. Kebijakan ini mulai berlaku pada 1 Februari 2021 mendatang. Kenaikan tarif cukai ini bertujuan untuk mengendalikan konsumsi rokok, khususnya pada anak dan remaja. Selaras juga dengan visi dan misi Republik Indonesia, yaitu menciptaskan SDM unggul untuk Indonesia Maju.

Pemerintah menetapkan kenaikan tarif cukai per jenis rokok sebesar 12,5 persen. Kenaikan ini bukan hanya karena isu kesehatan, melainkan juga mempertimbangkan perlindungan terhadap buruh, petani, dan industri.

Berikut 3 pokok kebijakan cukai hasil tembakau tahun 2021:
1. Kenaikan tarif cukai per jenis rokok
Secara rinci, kenaikan tarif cukai Sigaret Putih Mesin (SPM) adalah
a. SPM untuk golongan I, sebesar 18,4 persen.
b. SPM untuk golongan IIA, sebesar 16,5 persen.
c. SPM untuk golongan IIB, sebesar 18,1 persen.

Sementara untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) adalah sebagai berikut:
a. SKM untuk golongan I, sebesar 16,9 persen.
b. SKM untuk golongan IIA, sebesar 13,8 persen.
c. SKM untuk golongan IIB, sebesar 15,4 persen.

2. Sigaret Kretek Tangan tidak naik

3. Besaran harga jual eceran di pasaran, sesuai dengan kenaikan tarif masing-masing jenis rokok.

Emiten rokok berkapitalisasi besar PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) mengapresiasi keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok bagi segmen sigaret kretek tangan (SKT). Direktur Gudang Garam Istata Taswin Siddharta mengatakan pihaknya mendukung kebijakan pemerintah tersebut. Menurutnya sudah bagus (kebijakan tidak menaikkan tarif CHT untuk segmen SKT) karena SKT banyak menyerap tenaga kerja.

Sebagai informasi, bisnis GGRM sendiri masih ditopang oleh penjualan segmen sigaret kretek mesin (SKM) yang berkontribusi 91,25 persen terhadap pendapatan perusahaan hingga periode September 2020.

Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) menilai kenaikan ini terlalu besar di tengah situasi sulit akibat pandemi Covid-19.

Menurut Ketua Gaprindo Muhaimin Moeftie , kenaikan ini jauh di atas inflasi.  Kenaikan ini terutama untuk Sigaret Putih Mesin (SPM) yang naik sebesar 18,4 % dan sigaret kretek mesin (SKM) golongan 1 naik 16,9%. Menurut Muhaimin, jika ditotal, kenaikan tarif cukai selama dua tahun belakangan ini sudah hampir 50%. Sedangkan untuk harga rokok kenaikan lebih dari 50%. Muhaimin menjelaskan, ini tentunya sangat membebani pelaku industri rokok terutama rokok putih

Kenaikan ini dianggap membebani industri tembakau terutama di pandemi karena daya beli konsumen rendah. Ini juga bisa berdampak pada berlanjutnya penurunan volume industri secara signifikan. Oleh karenanya, salah satu langkah yang bisa dilakukan oleh pengusaha agar tidak terjadi PHK besar-besaran adalah melakukan efisiensi. Selain itu, dia juga berharap agar ada insentif yang diberikan pemerintah untuk industri rokok, serta mendorong percepatan ekspor.