Dalam Islam Boleh Marah, Tapi Jangan Jadi Pemarah

Dalam Islam Boleh Marah, Tapi Jangan Jadi Pemarah
Ilustrasi orang sedang marah (RSUP Persahabatan)

MONITORDAY.COM - Media massa kita dihiasi dengan pemberitaan seorang pejabat negara yang sering marah-marah kepada bawahannya. Sang pejabat mendapatkan protes dari pejabat lainnya di tingkat provinsi. Sang pejabat provinsi meminta agar dia tak lagi memarahi rakyatnya. 

Lantas bagaimana sih ajaran Islam mengenai marah? Boleh tidak seseorang marah? Kalau boleh dalam kondisi apa? Kalau tidak dalam kondisi apa? 

Islam adalah agama yang sejalan dengan diri manusia. Sebagai yang menciptakan manusia, Allah SWT juga yang menciptakan emosi manusia. Marah merupakan bagian dari emosi manusia. Artinya sikap marah adalah manusiawi. Islam tidak mungkin melarang sesuatu yang manusiawi. 

Namun ajaran Islam melalui Al Qur'an dan sunnah memberikan tuntunan agar manusia bisa mengendalikan dirinya. Marah boleh, tapi harus proporsional. Marah wajar, tapi jangan jadi pemarah. Mari kita simak dalil-dalil berikut: 

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang, Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan". (QS. Ali Imran :133-134)

Dalam ayat di atas, Allah SWT menjanjikan surga bagi orang yang bertakwa. Salah satu indikator ketakwaan adalah mampu menahan amarah.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah engkau marah, niscaya bagimu surga”. HR. Ibnu Abi Dunya. 

Lagi-lagi dalil menunjukkan janji berupa surga kepada yang bisa menahan amarahnya. 

Islam bahkan mengajarkan bahwa jika seseorang marah, maka harus diredakan dengan bergerak. Jika orang marah dalam keadaan berdiri, maka duduklah. Jika sedang duduk maka berbaringlah. Islam juga mengajarkan jika seseorang marah maka lekas berwudhu. 

Bukan berarti Rasulullah SAW tak pernah marah. Sekali lagi marah itu manusiawi. Dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW pernah marah kepada istrinya yang cemburu berlebihan. Rasulullah SAW marah kepadanya dengan cara mendiamkannya. 

Artinya Islam membolehkan marah, yang tidak dibolehkan adalah ekspresi marah yang destruktif. Karena ekspresi marah yang berlebihan malah akan menghancurkan diri sendiri dan orang lain. 

Menurut Imam Al Ghazali kemarahan seseorang itu hendaknya bainal ifraath wa tafriith, tidak terlalu kurang namun tidak terlalu berlebihan. 

Bagi Imam Al Ghazali seorang yang sama sekali tidak pernah marah artinya tidak normal. Namun seseorang yang terlalu sering marah, perangainya juga buruk. Yang baik adalah yang pertengahan.