Cara Cerdas Menghadapi Risiko Bencana Alam dan Sosial
Melalui Sekolah Cerdas, yang diperkenalkan pada 2017, Irfan Amalee menawarkan solusi terintegrasi dengan melakukan sinergi ke beberapa sekolah untuk bersama-sama mengajak membedah risiko bencana alam dan bencana sosial.

BANGSA Indonesia saat ini sedang menghadapi realitas baru di era digital. Dimana relasi sosial dalam bingkai kebangsaan kita telah banyak dipengaruhi oleh hiruk pikuk dan dinamika sosial di ruang digital.
Sayangnya, ruang-ruang digital saat ini lebih banyak dipenuhi narasi-narasi negatif dan informasi yang simpang siur terkait kehidupan sosial kita. Soal bencana misalnya, di ruang digital menjadi sangat mudah ditafsir-tafsirkan. Alih-alih disikapi dengan kepedulian dan uluran tangan, justeru malah ditanggapi dengan tafsir yang serampangan.
Berawal dari keprihatinannya terhadap realitas di ruang digital tersebut, Direktur Peace Generation Indonesia, Irfan Amalee berusaha mengurai fenomena pascabencana dari sudut pandang yang berbeda.
Gagasannya sederhana, membentuk wadah berkumpul bagi generasi damai Indonesia (Peace Generation Indonesia). Beragam kesumpekan yang mengemuka membuatnya selalu ingin belajar dalam alam pikir sekolah cerdas.
Puncak kerisauannya adalah saat peristiwa meninggalnya salah seorang suporter sepakbola di Bandung beberapa waktu lalu. Tak berselang lama, peristiwa bencana gempa bumi dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah.
Menurutnya ada sekian banyak narasi besar yang menyertai peristiwa bencana sesudahnya. Dalam amatannya, Irfan mengidentifikasi tiga narasi yang beredar. Pertama, narasi menghukum korban, contohnya jelasnya soal azab dan kecerobohan Haringga Sirila sebagai narasi bencana yang dipertontonkan sebagian khalayak.
Kedua, menghubungkan bencana dengan narasi sosial dan politik. Bak seorang penafsir, khalayak tanpa merasa bersalah dengan mudah menjustifikasi bencana sebagai akibat dari seorang pemimpin yang jauh dari kualitas iman agama tertentu.
Terakhir, lanjut Irfan, ada narasi kehendak tersembunyi dibalik menafsirkan niat kerja kemanusiaan. Selalu ada kejutan yang membumbui kisah-kisah membanggakan sekelompok relawan. Tak jarang ada cerita atau tafsiran menyelipkan kepentingan agama tertentu di dalamnya.
Irfan menilai, untuk menghadapinya tidak cukup cara pandang sosiologis, teologis, dan fikih bencana. Lebih dari itu adalah menyuguhkan visi sekolah cerdas agar tercipta budaya dan kebijakan sekolah yang aman dari bencana alam dan sosial melalui pendidikan perdamaian, dan pendidikan kebencanaan yang aplikatif serta menyenangkan (fun learning).
Melalui Sekolah Cerdas, yang diperkenalkan pada 2017, ia menawarkan solusi terintegrasi dengan melakukan sinergi ke beberapa sekolah untuk bersama-sama mengajak membedah risiko bencana alam dan bencana sosial.
Impian sekolah cerdas adalah membangun basis pengetahuan dan keterampilan sekolah serta peserta didik dalam menghadapi risiko bencana alam dan sosial. Misi lain lainnya adalah mengupayakan agar 100 sekolah di Indonesia berkomitmen untuk menciptakan sekolah aman yang tertuang dalam kebijakan dan budaya sekolah.
Di 2018 ini, Sekolah Cerdas sesuai agenda dibagi menjadi tiga batch. Diselenggarakan di Villa Damar, Kota Bandung, program ini digelar hasil sinergi Peace Generation Indonesia, MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Centre), dan Lazismu yang berlangsung selama 10 hari (24 Oktober – 1 November 2018).
Dengan seleksi yang ketat, sejumlah peserta yang semuanya diberi nama Kakak Cerdas, mengikuti kegiatan ini dengan konsekuensi siap dikarantina. Mereka yang berhasil menyisihkan 200 orang lainnya selama sepuluh hari dapat kesempatan melenggang untuk dibekali bermacam ilmu tentang kebencanaan alam dan sosial.
Acara ini dihadiri Ketua MDMC Indonesia, Budi Setiawan, Co-Founder Peace Generation Indonesia, Eric Lincoln. Dalam kesempatan itu, Budi mengatakan, merasa gembira karena telah bersinergi dengan Lazismu dan Peace Generation Indonesia. Ajang program Sekolah Cerdas merupakan alternatif pemberdayaan agar bisa menghasilkan pelopor kesiapsiagaan bencana alam dan sosial.
Sementara itu, Eric menyampaikan pengalamannya menjalin dengan Muhammadiyah dan Peacegen Indonesia begitu kuat. Keberadaannya salah satu mitra yang menyenangkan. “Semoga dalam kegiatan ini melahirkan lebih banyak agen perdamaian di beberapa daerah di Indonesia yang siap siaga terhadap bencana alam dan sosial,” ujarnya, demikian dilansir Suara Muhammadiyah dalam laman resminya (26/10/2018).
Direktur Peace Generation Indonesia, Irfan Amalee, megatakan, Sekolah Cerdas adalah program pendampingan sekolah yang mengintegrasikan kesiapsiagaan terhadap bencana alam dan bencana sosial seperti kekerasan.
“Program ini sangat strategis karena Indonesia adalah ring of fire yang rawan bencana alam. Juga memiliki potensi bencana sosial seperti kekerasan, bully, konflik sosial bahkan kekerasan ekstrem,” jelasnya.
Tujuan sekolah cerdas melatih Kakak Cerdas yang akan mendampingi sekolah selama tiga bulan dengan meningkatkan kapasitas sekolah sehingga mampu mengurangi risiko bencana alam dan sosial. “Sekolah cerdas ini akan menjdi proyek percontohan pertama di Muhammadiyah bahkan di Indonesia yang pendekatannya holistik terhadap risiko bencana alam dan sosial,” pungkasnya.