BPS Sebut Pandemi Akibatkan Rasio Gini Maret Naik

Pada Maret 2020 ini Gini Rationya meningkat tipis sekali dari dari 0,380 ke 0,381. Dan peningkatan gini rasio ini terjadi baik di kota maupun di kota. Ini terjadi karena COVID-19 membuat pendapatan seluruh lapisan masyarakat mengalami penurunan.

BPS Sebut Pandemi Akibatkan Rasio Gini Maret Naik
Ilustrasi/ Net.

MONITORDAY. COM - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pandemi COVID-19 mengakibatkan kenaikan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Rasio Gini (Gini Ratio) naik tipis dari 0,380 menjadi 0,381 pada Maret 2020.

“Pada Maret 2020 ini Gini Rationya meningkat tipis sekali dari dari 0,380 ke 0,381. Dan peningkatan gini rasio ini terjadi baik di kota maupun di kota. Ini terjadi karena COVID-19 membuat pendapatan seluruh lapisan masyarakat mengalami penurunan,” kata Kepala BPS Suhariyanto saat menggelar konferensi pers secara virtual di Jakarta, Rabu (15/07/2020). 

Lebih lanjut, Suhariyanto mengatakan pandemi COVID-19 memberikan dampak terjadinya penurunan pendapatan pada seluruh lapisan masyarakat, dengan catatan bahwa lapisan masyarakat bawah mengalami penurunan pendapatan lebih tajam dibandingkan lapisan masyarakat atas.

“Hal ini yang mengakibatkan Gini Ratio meningkat,” ujar Suhariyanto.

Berdasarkan data BPS, peningkatan Gini Ratio tertinggi kembali terjadi di Ibu Kota DKI Jakarta, yakni sebesar 0,008 poin.

Gini Ratio di daerah perkotaan pada Maret 2020 tercatat sebesar 0,393, naik dibanding September 2019 yang sebesar 0,391 dan Maret 2019 yang sebesar 0,392.

Gini Ratio di daerah perdesaan pada Maret 2020 tercatat sebesar 0,317, naik dibanding September 2019 yang sebesar 0,315 dan tidak berubah dibanding Maret 2019 yang sebesar 0,317.

Terkait ukuran ketimpangan Bank Dunia, distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 17,73 persen. Hal ini berarti pengeluaran penduduk pada Maret 2020 berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah.

Jika dirinci menurut wilayah, di daerah perkotaan angkanya tercatat sebesar 16,93 persen yang berarti tergolong pada kategori ketimpangan sedang.

Sementara untuk daerah perdesaan, angkanya tercatat sebesar 20,62 persen, yang berarti tergolong dalam kategori ketimpangan rendah.