Blusukan Risma Dinilai Cara Jitu Cegah Birokrasi ABS

MONITORDAY.COM - Pakar Komunikasi Politik, Lely Arrianie menilai blusukan Menteri Sosial Tri Rismaharini atau sering disapa Risma sudah tepat, asalkan dilakukan secara senyap, bila perlu tanpa wartawan tapi hanya camera dokumen kementriannya.
Bagaimanapun, blusukan Risma ini adalah cara jitu mencegah birokrasi asal bapak senang (ABS) atau asal ibu senang (AIS).
"Apa yang dilakukan Bu Risma tidak masalah dan sebaiknya secara senyap dan cukup camera kementeriannya. Niat Bu Risma itu baik dan jitu karena tidak bekerja asal bapak senang. Hanya saja di era medsos saat ini, bisa banyak tafsiran yang berbeda. Saya kira tidak perlu berlebihan menyikapinya, harus ada masukan yang konstruktif jangan cuma kritik," ujar Lely kepada Monitorday.com, kamis (7/1/2020).
Blusukan, ucap Lely, adalah strategi komunikasi untuk menyapa rakyat yang belum tentu dilakukan pemimpin yang tidak punya kompetensi komunikasi.
Realitasnya, gaya komunikasi blusukan bisa menjadi branding image seorang pemimpin yang itu bukanlah bentuk pencitraan.
"Justru kalau Mensos blusukan naik Jaguar atau mengenakan baju bermerek. Tapi ini kan tidak," beber Lely.
Selain itu, kompetensi komunikasi bisa digali dari rakyat langsung oleh pemimpinnya dengan blusukan yang khas ala Indonesia dan itu bentuk dari persuasi politik.
Lely lantas bertanya, apa yang salah dari blusukan Risma. Menakerpraf blusukan di Bali, Medan dan sejumlah daerah. Sama halnya dengan Menteri lain.
Jika ramai di media sosial bahwa blusukan Mensos hanya di Jakarta, karena ada stereotype seolah Risma dikonfrontasi dengan Anies Baswedan. Padahal maju tidaknya Risma dalam ajang kompetisi politik 2024 bukan tergantung tuduhan pencitraan lewat blusukan itu.
Namun tindakan Mensos ini tampaknya menuai ragam tanggapan. Perlu dibijaki secara bijak karena persepsi publik saat ini mengklaim bahwa pejabat yang melakukan kunjungan kerja dengan cara blusukan hanya sekedar pencitraan.
Padahal penilaian tersebut tidaklah benar karena tidak semua melakukan demikian.
Terkait dengan itu, ini menjadi tantangan bagi mereka yang terpilih sebagai penerima amanah agar mampu membuktikan dengan kinerja dan perbaikan yang diinginkan publik.
Apalagi dipunghujung tahun 2020, perbuatan koruptif justru terjadi di Kementerian Sosial yang semestinya mengurusi bantuan sosial di masa pandemi yang cukup memberatkan ekonomi rakyat.
"Bantuan sosial dikurangi jumlahnya. Kemudian dipotong dan diganti yang seolah mulus-mulus saja. Parahnya, pucuk pimpinan hingga sejumlah pejabat di Kemensos juga ikut terjerat, Inilah yang membuat masyarakat trauma dan apatis dengan kebijakan pemerintah," jelas Lely.
Yang terpenting lagi, Presiden memilih Risma sebagai Mensos dengan pertimbangan kinerja. Dan perlu disampaikan bahwa Risma juga pernah menjabat sebagai Walikota Surabaya selama dua periode dan banyak kinerja positif yang telah menjadi legacy di Kota Pahlawan.
Oleh karena itu, lely kembali menghimbau agar tidak membangun sinisme, terlebih Mensos baru menjabat seumur jagung sehingga asupan dan saran yang membangun kinerja Kemensos perlu diberikan.
" Kita perlu mengawal setiap kinerja, feeding positif perlu kita sampaikan dan jangan habiskan energi untuk melihat yang kurang-kurang. Bangsa ini perlu narasi positif sehingga optimisme tetap terbangun dan kinerja para pejabat publik diharapkan lebih baik lagi," harap Lely.