Beranikah KPK Sentuh Megawati pada Kasus BLBI?

Hampir 2 dekade kasus BLBI terkatung-katung, dan seolah-olah tidak menjadi perhatian serius oleh pemerintah untuk segara dituntaskan.

Beranikah KPK Sentuh Megawati pada Kasus BLBI?
Istimewa

MONDAYREVIEW.COM– Hampir 2 dekade kasus megakorupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terkatung-katung, dan seolah-olah tidak menjadi perhatian serius oleh pemerintah untuk segara dituntaskan. Padahal dari kasus ini negara dirugikan hingga ratusan triliun rupiah.

Berdasarkan audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) negara dirugikan hingga Rp 138,4 triliun. Sementara itu, audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan adanya penyimpangan sebesar Rp 54,5 triluan dari 42 bank penerima BLBI. BPKP bahkan menyimpulkan Rp 53,4 triliun dari penyimpangan itu terindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan.

Akibat dari megakorupsi ini menurut Wapres Jusuf Kalla, tiap tahun negara harus menyisihkan anggaran 5 persen dari APBN atau sekitar Rp 100 triliun untuk membayar utang BLBI. Dan kewajiban ini tak akan lunas hingga 30 tahun mendatang.

Langkah Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dengan menetepkan eks kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Temenggung sebagai tersangka memberikan harapan baru kepada masyarakat bahwa kasus ini akan kembali diungkap.  

Yang menjadi pertanyaan apakah kasus ini akan diungkap secara utuh dan mampu menyentuh orang-orang penting di republik ini. Sebut saja Presiden RI ke-5 Megawati Soekarno Putri yang dianggap memiliki keterlibatan dari kasus ini dengan mengeluarkan Surat Keterangan Lunas melalui intruksi presiden Nomor 8 Tahun 2002 kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Namun, langkah KPK terlihat tidak sejalan dengan Presiden Joko Widodo. Sehari setelah KPK menetepkan Syafruddin Temenggung sebagai tersangka mantan Gubernur DKI Jakarta ini langsung melontarkan komentar yang lumayan panjang dan tidak biasa. Pasalnya selama ini Jokowi jarang mengomentari kasus yang sedang digarap lembaga anti rasuah tersebut.

Inti dari komentar tersebut, Mantan Walikota Surakarta ini secara tidak langsung ingin memberikan perlindungan kepada Ketua Umum PDI Perjuangan. Menurut Jokowi, kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Megawati saat menjadi presiden pada saat itu tidak bisa disalahkan.

Terkait Inpres yang dikeluarkan oleh Megawati merupakan sebuah kebijakan. Karena itu, Jokowi menegaskan harus dibedakan betul antara kebijakan dan pelaksanaan. Dalam pelaksanaan kebijakan itu bisa saja melenceng malah menimbulkan kasus hukum.

"Bedakan yang paling penting. Mana kebijakan dan mana pelaksanaan. Ya keputusan presiden, peraturan presiden, instruksi presiden itu adalah sebuah kebijakan. Itu kebijakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Pelaksanaan itu wilayah yang berbeda lagi," kata Jokowi saat ditemui wartawan usai dirinya meninjau Pameran Inacraft di JCC, Senayan, Jakarta, kemarin. 

Jokowi enggan merinci apa maksud pernyataannya itu. Dia hanya melanjutkan, perkara ini merupakan wewenang KPK. "Silakan tanyakan detailnya ke KPK," ujarnya.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mendukung upaya KPK mengejar pihak-pihak yang berkewajiban (obligor) dalam kasus BLBI. "Harus dikejar dan disertai bunga. Karena, ini kejadian sejak 20 tahun lalu," kata Sri Mulyani di Istana, kemarin. 

Salah satu obligor yang belum melunasi utang yaitu terpidana kasus BLBI Samadikun Hartono. Ia baru menyerahkan uang sebesar Rp21 miliar kepada Kejaksaan Agung. Padahal, Mahkamah Agung (MA) memvonis pemilik Bank Modern tersebut harus membayar pengganti kerugian negara senilai Rp169 miliar. Selama beberapa tahun, Samadikun melarikan diri. Ia ditangkap Badan Intelijen Negara (BIN) ketika hendak menyaksikan balapan Formula 1 yang digelar di Shanghai, China.

Melihat sikap yang ditunjukkan oleh Presiden Jokowi yang terlihat ingin mengamankan Megawati, apakah KPK berani menyentuh Mega?.Publik menanti keberanian KPK untuk memberantas korupsi dengan tidak pandang bulu. Sehingga kehadiran KPK bener-benar memiliki kontribusi besar untuk membersihan Indonesia dari tindak korupsi yang makin mengakar.