Benarkah Minat Baca Masyarakat Indonesia Rendah?

Apakah Big Bad Wolf menunjukkan minat baca masyarakat Indonesia tidak rendah? Atau Big Bad Wolf sekadar event yang hype secara massal, lalu banyak warga yang merasa tidak gaul jika tiada berkunjung atau ikutan membeli?

Benarkah Minat Baca Masyarakat Indonesia Rendah?
Buku (Monday Review/Zainal Arifin)

MONDAYREVIEW.COM – Data dari UNESCO pada tahun 2012 menyatakan hanya 1 dari 1000 orang penduduk Indonesia yang memiliki minat baca serius. Budayawan Taufiq Ismail pernah menyitir bangsa Indonesia sebagai “rabun membaca dan pincang menulis”. Taufiq Ismail juga menyebutkan generasi 0 buku terkait bacaan dari pelajar di Indonesia.

Benarkah minat baca masyarakat Indonesia rendah? Event Big Bad Wolf mendapatkan perhatian luas. Bagaimana berbondong-bondongnya warga dari berbagai penjuru untuk membeli buku-buku berbahasa Inggris tersebut. Bahkan hingga marak jasa titip dikarenakan meluasnya antusiasme. Apakah Big Bad Wolf menunjukkan minat baca masyarakat Indonesia tidak rendah? Atau Big Bad Wolf sekadar event yang hype secara massal, lalu banyak warga yang merasa tidak gaul jika tiada berkunjung atau ikutan membeli? Tentu diperlukan kajian yang lebih mendalam untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Penulis dan praktisi buku, Gol A Gong ketika diwawancara menyatakan minat baca masyarakat Indonesia sesungguhnya tinggi.

“Saya melihat minat bacanya sudah tinggi. Indikasinya dengan banyaknya komunitas literasi di Indonesia, di 34 provinsi. Ada yang versi pemerintah, taman bacaan masyarakat lebih dari 10.000-an,” kata Gol A Gong saat ditemui di acara Festival dan Lomba Literasi PKLK 2017 di Pekanbaru, Riau.

“Minat baca tinggi bisa dilihat dengan membaca berita-berita online. Misalnya Detik.com ada 1 materi berita bisa dibaca sama 100 jutaan, page view-nya. Itu kan menunjukkan minat bacanya sudah tinggi,” tambah Gol A Gong yang aktif mengelola sanggar Rumah Dunia di Serang, Banten.

Gol A Gong memandang permasalahannya lebih terletak di kuantitas buku yang dicetak dan harga buku yang mahal.

“Indikasinya buku setahun dicetak 18.000 judul, padahal jumlah penduduk Indonesia 250 juta,” urai Gol A Gong. “Saya melihat mulailah sekarang pemerintah, pers Indonesia optimis bahwa sesungguhnya minat baca di Indonesia tinggi, minat belinya yang jadi masalah. Karena disinilah kemudian permasalahan pengusaha, pajak, harga buku mahal, itu harusnya di situ yang diselesaikan.”