Banjir dalam Karya Seni, Dari WS Rendra Hingga Benyamin
Jakarta yang kerap kebanjiran, menggoda WS Rendra dan Benyamin Sueb untuk menuangkannya dalam bentuk karya seni.

MONDAYREVIEW.COM – Para seniman menjumput fenomena yang terjadi sebagai inspirasinya dalam berkarya. Maka tak mengherankan jika Jakarta yang kerap kebanjiran, menggoda WS Rendra dan Benyamin Sueb untuk menuangkannya dalam bentuk karya seni.
WS Rendra menyentilnya dalam puisi Ciliwung yang Manis.
Ciliwung mengalir
dan menyindir gedung-gedung kota Jakarta
kerna tiada bagai kota yang papa itu
ia tahu siapa bundanya
Begitulah sang Burung Merak membuka bidak puisinya. Sebuah sindiran mengenai tata kota Jakarta. Di akhir puisinya dengan bahasa metafora, Rendra mengungkap tentang banjir yang berasal dari limpahan air sungai Ciliwung.
Ciliwung bagai lidah terjulur
Ciliwung yang manis tunjukkan lenggoknya
Teman segala orang miskin
Timbunan rindu yang terperam
Bukan bunga tapi bunga
Begitu kali bernyanyi meliuk-liuk
Dan Jakarta disinggung dengan pantatnya
Sementara itu seniman Betawi Benyamin Sueb mewartakan Jakarta kebanjiran dengan caranya yang kocak dalam lagu Kompor Meleduk. Meski kocak, tetap ada pesan moral untuk membersihkan got agar tidak terjadi banjir.
Jakarta kebanjiran, di Bogor angin ngamuk
Rumah ane kebakaran gare-gare kompor mleduk
Ane jadi gemeteran, wara-wiri keserimpet
Rumah ane kebanjiran gara-gara got mampet
Aa yo-ayo bersihin got
Jaa ngan takut badan blepot
Demikianlah sekelumit ragam karya seni dari puisi dan lagu yang berkisah tentang banjir di Jakarta.