Bamsoet: Dukung RUU PKS sebagai Bentuk Perlindungan Negara terhadap Perempuan

Saat ini kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia masih tinggi . Komnas Perempuan mencatat kasus kekerasan seksual terhadap perempuan sepanjang 2011-2019 sebanyak 46.698 kasus.

Bamsoet: Dukung RUU PKS sebagai Bentuk Perlindungan Negara terhadap Perempuan
Bambang Soesatyo/net

MONITORDAY.COM – Dalam memperingati Hari Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan tanggal 25 November, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengajak seluruh masyarakat untuk terus berupaya mencegah terjadinya perlakuan yang masuk dalam pelanggaran HAM itu terhadap perempuan.

“Kekerasan terhadap perempuan, baik dewasa maupun anak merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM,” kata Bamsoet, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/11).

Data menunjukan, saat ini kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia masih tinggi. Komnas Perempuan mencatat kasus kekerasan seksual terhadap perempuan sepanjang 2011-2019 sebanyak 46.698 kasus.

Karena itu, Bamsoet pun mendorong Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) untuk membuat program kerja yang ditujukan untuk perlindungan perempuan dan anak fokus pada upaya pencegahan.

Selain itu, menurut dia, pengumpulan data juga perlu untuk meningkatkan layanan penyelamatan hidup untuk perempuan dan anak perempuan.

Bambang Soesatyo juga mengingatkan agar pemerintah mengevaluasi jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di selama pandemi Covid-19.

“Untuk perempuan yang mengalami kekerasan diharap tidak takut dan malu melaporkan ke pihak yang berwenang,” tegasnya.

Lebih lanjut, Bamsoet menegaskan, tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia membuat Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) mendesak harus segera disahkan menjadi undang-undang. menurutnya UU tersebut sebagai perlindungan resmi negara terhadap perempuan.

"Kami mendukung pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai bentuk perlindungan resmi oleh negara bagi perempuan di Indonesia," tandasnya.

Seperti diketahui, RUU PKS mengalami penundaan akibat pandemi Covid-19. Penundaan tersebut menjadi kesepakatan dalam rapat koordinasi Badan Legisasi dengan Pimpinan Komisi I sampai dengan Komisi XI DPR pada 30 Juni 2020. Padahal RUU PKS merupakan program prioritas legislasi nasional sejak 2014.