Bambang Widjojanto Dinilai Salah Kaprah Soal Keputusan MA Terkait BUMN

Ketua tim uasa hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto kembali mempersoalkan status Ma’ruf Amin sebagai Cawapres 01. Ia mengatakan, bahwa berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA) bahwa anak perusahaan BUMN merupakan BUMN juga.

Bambang Widjojanto Dinilai Salah Kaprah Soal Keputusan MA Terkait BUMN
Foto: Istimewa

MONITORDAY.COM – Ketua tim kuasa hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto kembali mempersoalkan status Ma’ruf Amin sebagai Cawapres 01. Ia mengatakan, bahwa berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA) bahwa anak perusahaan BUMN merupakan BUMN juga.

Sedangkan berdasarkan UU No. 07/2017, yaitu bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden harus menyertakan surat pernyataan pengunduran diri dari karyawan atau pejabat badan usaha milik negara (BUMN) sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon Peserta Pemilu.

Adapun Kiai Ma’ruf Amin masih tercatat sebagai Dewan Pengawas Syariah di Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah, yang merupakan anak perusahaan BUMN. Sehingga menurut Bambang Widjojanto, Kiai Ma’ruf harus didiskulifikasi.

Menanggapi hal itu, juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin, Inas Nasrullah Zubur menilai ungkapan Bambang soal keputusan MA salah kaprah. Pasalnya, hal yang disebutkan itu tidak sesuai dengan maksud Keputusan MA.

"Pak Bambang salah kaprah dengan keputusan MA," ujar Inas, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Senin, (17/6).

Inas menjelaskan, bahwa Bunyi keputusan MA tersebut adalah, "Bahwa Penyertaan Modal Negara (PMN) saham negara di BUMN kepada BUMN atau Perseroan Terbatas lain tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dan bentuk BUMN yang menjadi anak usaha BUMN tidak berubah menjadi Perseroan Terbatas biasa, namun tetap menjadi BUMN".

“Sehingga keputusan MA tersebut sudah sangat jelas, bahwa penyertaan modal negara atau saham negara di BUMN kepada BUMN lain-nya atau PT, dia tetap menjadi BUMN,” ujar Inas.

Contohnya adalah PGN ketika saham negara sebesar 56,9 persen dialihkan kepada Pertamina sebagai penyertaan modal negara (PMN non cash) ke Pertamina, sehingga berdasarkan keputusan MA ini maka PGN tetap sebagai BUMN," lanjut dia.

Namun berbeda hal dengan Bank Syariah Mandiri dan Bank BNI Syariah, yang dikaitkan dengan posisi Ma’ruf Amin sebagai dewan pengawas. Menurut Inas, negara tidak menyertakan modal di kedua perusaan tersebut, sehingga tidak termasuk sebagai perusahaan BUMN.

"Pemerintah juga tidak pernah menyerahkan sahamnya di PT. Bank Mandiri (persero) Tbk kepada Bank Syariah Mandiri. Demikian juga PT Bank BNI Syariah," tegasnya.

Tidak Melanggar UU Pemilu

Sebelumnya, Komisioner KPU Hasyim Asy’ari menyatakan bahwa Posisi Ma’ruf Amin sebagai dewan pengawas syariah di Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah tidaklah melanggar hukum. Hal ini karena keduanya bukanlah BUMN, melainkan Anak perusahan BUMN.

"Keduanya hanyalah anak perusahaan BUMN. Status badan hukum dan kedudukan keuangannya anak perusahaan BUMN terpisah dari keuangan BUMN," ujar Hasyim dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/6).

Hasyim merujuk pada kasus Mirah Sumirat yang merupakan caleg DPR RI dari Partai Gerindra. Mirah Sumirat menggugat keputusan KPU yang menganggap Ia tidak memenuhi syarat sebagai caleg karena berprofesi sebagai karyawan PT Jalantol Lingkar Jakarta (JLJ). 

"Namun, oleh Bawaslu PT JLJ dianggap bukan sebagai perusahaan BUMN, melainkan hanya anak perusahaan BUMN. Sehingga akhirnya Mirah Sumirat diloloskan oleh KPU sebagai caleg DPR RI," jelas Hasyim. 

Berdasarkan kepada putusan Bawaslu ini, Hasyim menilai Ma'ruf Amin tidak melanggar Pasal 227 huruf P Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Menurutnya, posisi Ma'ruf Amin sama dengan Caleg Gerindra tersebut yang masih memiliki jabatan di anak perusahaan BUMN. 

"Ma'ruf Amin posisinya sama dengan Mirah Sumirat yang menjadi pegawai anak perusahaan BUMN, yaitu sama-sama memenuhi syarat, karena bukan pejabat/pegawai BUMN," terang Hasyim.