Babak Baru Hubungan Arab-Israel
Uni Emirat Arab menjalin kembali kerja sama dengan Israel, sebuah negara yang menjadi musuh dari negara-negara Arab selama ini.

MONDAYREVIEW.COM – Uni Emirat Arab sebuah negara kecil di kawasan Teluk membuat keputusan yang kontroversial. Dengan dimediasi oleh Donald Trump, Uni Emirat Arab menjalin kembali kerja sama dengan Israel, sebuah negara yang menjadi musuh dari negara-negara Arab selama ini. Hal ini dilakukan untuk mengatasi ancaman geopolitik dari Iran. Imbas dari kerja sama bilateral ini adalah Bandara Abu Dhabi membuka penerbangan langsung ke Bandara Ben Gurion di Tel Aviv Israel.
Keputusan Uni Emirat Arab sontak mendapatkan kecaman dari berbagai negara di sekitarnya. Hal ini karena mayoritas negara-negara Arab tidak mempunyai hubungan diplomatic dengan Israel. UEA adalah negara ketiga yang membuka hubungan diplomatic setelah Mesir dan Yordania. Seperti diketahui, negara-negara Arab pernah berperang dengan Israel selama 6 hari. Yang menang adalah Israel meskipun dikeroyok oleh negara-negara Arab. Hal ini membuat hubungan Arab dan Israel tidak dekat sampai hari ini. Ditandai dengan tidak adanya hubungan diplomatic antar negara Arab dengan Israel.
Pemerintah Palestina sendiri menyayangkan keputusan Uni Emirat Arab. Menurut otoritas Palestina, keputusan Uni Emirat tersebut dapat mengancam eksistensi Masjid Al Aqsha. Otoritas Turki melalui Presiden Erdogan mengecam dengan keras keputusan menjalin hubungan diplomatic tersebut. Erdogan mengatakan bahwa yang dilakukan UEA adalah sebuah pengkhianatan. Juru bicara kelompok Hamas Fawzi Barhoum menggambarkan perkembangan hari Kamis sebagai hadiah atas kejahatan pendudukan Israel. Menurutnya, normalisasi ini adalah tusukan di punggung rakyat kami Palestina.
Pemerintah Arab Saudi memilih bungkam atas kesepakatan normalisasi antara Uni Emirat Arab (UAE) dan Israel. Padahal, selama ini, Arab Saudi dikenal memiliki hubungan dengan Israel selama bertahun-tahun meskipun tidak memiliki hubungan diplomatik secara formal. Hubungan tak resmi itu sendiri dilandasi sikap yang sama, memusuhi Iran. Menurut pakar, bungkamnya Arab Saudi atas normalisasi Uni Emirat Arab - Israel adalah hal yang wajar. Sebab, Arab Saudi kecolongan. Dengan normalisasi, maka Uni Emirat Arab menjadi negara Teluk Arab pertama yang secara resmi memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Arab Saudi sulit memiliki hal itu karena harus konsisten atas isu Palestina.
Lewat 'normalnya' hubungan dengan Israel, maka secara tidak langsung hubungan Uni Emirat Arab dengan Amerika pun akan semakin dekat. Amerika, sebagaimana diketahui, adalah sekutu Israel. Padahal, Arab Saudi juga tengah mencoba memperkuat hubungan baik dengan Amerika maupun Israel. Terutama, pasca Kongres AS memblokir ekspor senjata ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab tahun lalu. Keuntungan tersebut akan makin terasa apabila capres dari Demokrat, Joe Biden, yang memenangkan Pilpres Amerika pada November nanti. Lewat hubungan diplomatik yang resmi dengan Israel plus pemerintahan baru oleh Joe Biden, Uni Emirat Arab bisa membangun hubungan diplomatik yang lebih erat dengan Amerika.
Sejauh ini, respon dari Arab Saudi terhadap kesepakatan Uni Emirat Arab - Israel hanyalah unggahan di Twitter. Di Twitter, Kerajaan Arab Saudi mengunggah foto Raja Faisal yang pada Oktober 1973 mendorong embargo minyak untuk menghukum Amerika. Kala itu, Amerika mendukung Israel.
Posisi Faisal terhadap Israel memang lebih keras dibandingkan penerusnya, Raja Salman. Faisal pernah berkata," Jika negara-negara Arab setuju untuk mengakui Israel dan membelah Palestine, maka kami tidak akan bergabung dengan mereka." Negara-negara Arab jika membuka hubungan diplomatic diharapkan bisa tetap memperjuangkan kepentingan Palestina. Seringkali perjuangan lewat jalur diplomatic lebih efektif dibanding perlawanan secara fisik.