Aturan Baru Kemenkeu yang Buat Para E-Commerce Galau

MONITORDAY.COM - Kebijakan Baru Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang mengatur tentang pajak terhadap industri perdagangan elektronik (e-commerce) dalam konsep jual beli digital (marketplace) menuai pro kontra.
Ketua Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA), Ignatius Untung menilai rencana Kemenkeu tersebut belum tepat dilakukan saat ini, karena bisa mencekik para pedagang yang masih di level Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Data asosiasi mencatat, setidaknya sekitar 1.412 pedagang atau 80 persen dari 1.765 pedagang di e-commerce merupakan pengusaha skala mikro. Sementara itu, sekitar 265 pedagang atau 15 persen merupakan pengusaha skala kecil dan sisanya, 88 seller atau 5 persen menempati skala menengah.
"Faktanya, banyak dari pengusaha mikro yang masih pada level coba-coba, sehingga belum tentu mereka bertahan dalam beberapa bulan ke depan karena prioritas saat ini baru membangun dan mempertahan bisnis," Kata Untung, Senin (14/1).
Ignatius menilai para pedagang yang berjualan di e-commerce memiliki modal usaha yang lebih rendah dari pedagang di toko fisik, namun tetap bisa mendulang keuntungan. Sebab, pedagang tidak perlu mengeluarkan kocek untuk membayar sewa toko, pegawai berlebih, hingga biaya promosi.
Namun, menurutnya, ada perbedaan karakteristik pedagang di e-commerce dan toko fisik. Misalnya, kalangan pedagang di e-commerce didominasi oleh UMKM, bukan pedagang kelas kakap seperti di toko fisik.
Lebih lanjut, ia menilai sebaiknya kebijakan ini dilakukan bila pemerintah telah mengantongi studi kebijakan yang matang. Studi itu, katanya, perlu memuat tata cara dan mekanisme pungutan, potensi, dampak, hingga risiko yang bakal muncul dari kebijakan ini.