Wanginya Teh, Pahitnya Pailit

MONITORDAY.COM - Banyak hal tak terduga dalam bisnis. Sekuat apapun sebuan brand, belum tentu menjamin bahwa perusahaan di belakangnya sehat secara finansial. Langkah atau strategi yang salah bisa membuatnya terpuruk. Hal itulah yang terjadi pada Teh Sariwangi.
Sariwangi adalah pelopor Teh Celup yang merevolusi cara menyeduh teh di Indonesia. Teh Celup Sariwangi mulai diperkenalkan pada kurun 1970-an. Meski sebagian orang masih fanatik pada teh tubruk, banyak orang lebih memilih teh celup yang dirasa lebih praktis dan higienis.
Sejarah panjang produsen Teh Sariwangi yang diiklankan telah menyertai kehangatan keluarga ini harus berakhir di meja pengadilan. Padahal, perusahaan ini cukup lama beroperasi dengan sehat. Perusahaan ini telah berdiri sejak 1962 dengan bendera PT Sariwangi Agricultural Estate Agency. Berlokasi di Gunung Putri, Bogor. Semula perusahaan ini bergerak di sektor perdagangan. Belum memproduksi sendiri.
Pada perkembangannya perusahaan ini masuk ke sektor produksi berupa lini blending dan pengemasan teh. Tahun 1989 Sariwangi dilirik Unilever dan pada akhirnya diakusisi. Dan lini produksi Sariwangi pun terus berkembang. Data tahun 2017 menunjukkan produksi sebanyak 46.000 ton pertahun. Mensuplai 8 juta kantong per tahun.
Mengapa perusahaan di balik produksi Teh Sariwangi pailit? Perusahaan ini bersama dengan perusahaan afiliasinya yakni PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung telah gagal dalam investasi dalam meningkatkan produksi perkebunan.
Sistem drainase atau teknologi penyiraman air yang dikembangkan telah gagal. Investasi untuk itu telah dilakukan besar-besaran dengan pinjaman 5 kreditur. Utang mereka mencapai Rp 1,5 Triliun pada tahun 2015. Setelah menunda pembayaran dan ternyata tidak bisa memenuhi kesepakatan ketika jatuh tempo pembayaran yang sudah diperpanjang maka salah satu kreditur mengajukan tuntutan pailit atas dua perusahaan ini.