Antara Populisme dan Populer

Popularisme juga membuat politikus senantiasa menghadirkan pemberitaan yang melekatkan citranya. Sekalipun sesungguhnya pemberitaan tersebut tidak berkorelasi dengan manfaat bagi orang kebanyakan.

Antara Populisme dan Populer
Populisme dan populer (Successfull Workplace)

MONDAYREVIEW.COM – John B.Judis menyatakan dunia sedang dilanda ledakan populis. Hal senada diungkapkan oleh Jan-Werner Muller yang mengungkap perkembangan demokrasi pada hari-hari ini dibayang-bayangi oleh gejala populisme di mana-mana.

Dalam bentuknya yang paling sederhana, ledakan populis diperlihatkan oleh makin terkaitnya kebijakan atau rencana kebijakan dengan kehendak khalayak atau orang banyak. Janji kerja politik menurut Eep Saefulloh Fatah, menjadi sederhana dan personal, menohok dan menjawab langsung kebutuhan yang sedang berkembang saat itu. Jika menilik pada definisi dan penjelasan sederhana tersebut, maka gejala populisme merupakan sesuatu yang akan mendatangkan kemanfaatan bagi orang banyak. Bagaimana para politikus menghadirkan solusi tematik yang tepat guna.

Populisme tentu memiliki perbedaan dengan populer. Antara politikus dan selebritis memang bisa memiliki titik persamaan yakni pada kata ‘populer’. Bagi para politikus, populer erat kaitannya dengan tingkat elektabilitas. Pertanyaannya kemudian adalah apakah popularitas itu diraih melalui hasil kerja yang ciamik, atau sekadar buah dari gimmick-gimmick pencitraan?

Jika sekadar gimmick pencitraan, maka politikus berlaku bak aktor yang dapat mengubah tampilan luar dan perkataannya demi melekatkan diri pada ceruk pemilih tertentu. Politikus dapat tiba-tiba menggunakan istilah Arab dan busana Muslim untuk mendekatkan diri pada kalangan Islam; politikus dapat memakai baju dan kesan sederhana ketika berkunjung ke titik-titik kemiskinan; politikus dapat keren berdasi dengan istilah asing sesekali di depan para pengusaha – begitulah rangkaian contohnya.

Popularisme juga membuat politikus senantiasa menghadirkan pemberitaan yang melekatkan citranya. Sekalipun sesungguhnya pemberitaan tersebut tidak berkorelasi dengan manfaat bagi orang kebanyakan.

Dengan memahami narasi pembedanya kiranya publik harus jeli untuk mengklasifikasikan para politikus dengan menilik tampilannya, ucapannya, serta tindakannya.