Antara Ketahanan Pangan dan Retorika

Antara Ketahanan Pangan dan Retorika

MONITORDAY.COM - Ketahanan pangan, kalimat ini sering kali kita dengar. Sering kali digaungkan oleh para politikus sebagai jualan mereka ketika menarik simpati rakyat. Bertahun - tahun kemudian kalimat ketahanan pangan ini masih saja menjadi sepenggal kalimat, yang entah kapan akan terwujud.

Sebagai rakyat awam kita hampir tidak habis pikir, dengan sumber daya luar biasa yang kita miliki. Negara kita masih saja kesulitan mewujudkan impian sebagai negara yang memiliki ketahanan pangan, kedaulatan pangan, kemandirian pangan atau apa pun istilahnya.

Apakah ketahanan pangan mengharuskan bangsa kita memiliki lumbung padi yang tidak pernah habis? Apakah ketahanan pangan mengharuskan rakyat Indonesia mengkonsumsi sumber protein yang selama ini kita kenal saja?

" Sebagian besar rakyat Indonesia adalah pelahap karbo, maka otomatis sumber karbohidrat harus selalu tersedia."

Apakah pemerintah tidak melakukan usaha untuk mewujudkan impian ketahanan pangan? Tidak! Pemerintah sudah berusaha, tapi...

Usaha keras saja jika tidak cukup, jika logika yang digunakan salah, kok salah kisanak? 

Yang dilakukan pemerintah sekarang adalah mendukung dan mensubsidi prosesnya, sedangkan pemerintah sering terlambat atau bahkan tidak sama sekali melakukan proteksi ke hasilnya.

Akibatnya ketika panen raya, banyak petani yang merasa usaha dan jerih payahnya sia - sia, karena hasil panen yang berlimpah tidak dapat dikonversi menjadi uang yang sesusai dengan harapan atau sarana lain untuk menunjang kebutuhan pokok lainnya.

Jika sudah begini, siapa yang mau jadi petani? Tidak usah kita bicara terlalu muluk dengan segala macam tehnologi pertanian yang canggih, atau sistem perkebunan yang high tech, tidak usah kisanak...

Cukup berikan jaminan ke petani, bahwa hasil panen mereka akan ditampung oleh pemerintah dengan harga yang tinggi, ingat harga yang tinggi, bukan dengan harga yang murah meriah. Tidak ada gunanya subsidi proses, jika hasil akhirnya ambyar. Itu salah satu logika yang menurut hamba salah. 

Kedua, perlukan diversifikasi ? perlu donk ah, kenapa kita tidak mencoba mengeksplore sumber pangan lainnya. Diversifikasi pangan juga bermanfaat untuk memperoleh nutrisi dari sumber gizi yang lebih beragam dan seimbang. Bahkan pemerintah kita sudah berkomitmen untuk melaksanakan program tersebut.

Misalkan untuk sumber protein, ada banyak alternatif koq, jangan hanya bergantung terhadap, misalkan; daging sapi dan lain-lain. Kenapa tidak mencoba serangga? contohnya belalang, memiliki sekitar 40 persen protein, 40 persen lemak, 10-15 persen lemak, serta 5 persen karbohidrat. Dalam 100 gram penyajian, belalang mengandung 14 gram protein dan hampir menyamai kandungan yang terdapat dalam ikan salmon untuk porsi penyajian sama, yaitu 20 gram protein, dan jangan lupa belalang juga halal dan lezat kisanak.

Kami tunggu gebrakannya, jangan sampai ketahanan pangan, kedaulatan pangan, kemandirian pangan hanya dijadikan magnet oleh mereka yang berkepentingan untuk menarik simpati rakyat.

Meskipun nenek moyang kita seorang pelaut, tidak ada salahnya juga koq jika merangkap jadi petani.  (A/a)