Antara Ghost Fleet dan Dilan

Siapa yang mampu menciptakan kemakmuran dan keadilan sosial di negeri ini? Tentu, ini bukan sebuah fiksi yang harus diviralkan.

Antara Ghost Fleet dan Dilan
Jokowi dan Prabowo

MONDAYREVIEW- Apa hubungan Ghost Fleet dan Dilan? Ya, jelas tidak ada. Dua novel ini beda kelas. Ghost fleet, novel best seller internasional yang ditulis P.W Singer dan August Cole, yang berkisah tentang perang dunia ketiga. Sedangkan, Dilan adalah novel lokal yang berkisah tentang cinta remaja tahun 1990-an, yang ditulis oleh Pidi Baiq.

Namun, dua-duanya menjadi viral dan tiba-tiba menjadi beraroma politik. Awalnya, publik  tak begitu mengenal Ghost Fleet. Novel berbahasa Inggris ini, hanya segelitir orang di Indonesia yang membacanya. Meskipun, komunitas buku dunia, Goodreads.com memberinya skor 3,36 dari total nilai 5.

Kini banyak orang yang penasaran dengan Ghost Fleet, ketika Prabowo Subianto mengulas novel ini sebagai latar dalam pidatonya. Ketua Umum Partai Gerindra ini menyatakan Indonesia akan bubar pada tahun 2030 dalam acara "Konferensi Nasional dan Temu Kader" pada 18 Oktober tahun lalu. Pidato Prabowo yang diunggah akun Gerindra TV di Youtube, menimbulkan kontroversi.

Banyak yang nyinyir dengan ucapan Prabowo ini, dianggap sebagai pernyataan bodoh, tanpa didukung data yang jelas, apalagi sumbernya cerita fiksi. Selain menebar pesimisme dan ketakutan. Bahkan, Prabowo dianggap telah mempermalukan diri sendiri dan menjadi cemoohan publik Internasional.

Benarkah?

Rupanya, Prabowo punya versi yang lain. Meski berbentuk Novel, Prabowo mengatakan bahwa buku tersebut disusun dari kajian ilmiah yang ditulis oleh ahli intelijen dan strategi P. W. Singer dan August Cole. "Jadi di luar negeri itu ada skenario writing, memang bentuknya mungkin novel, tapi yang nulis itu ahli ahli intelijen strategis. Dibaca dong," ungkap Prabowo, ketika ditanya banyak wartawan.

Mantan Komandan Jendral Komando Pasukan Khusus TNI AD ini juga menjelaskan bahwa konteks negara Indonesia bubar 2030 adalah saat sumber daya Indonesia sepenuhnya dikuasai asing.  "Karena banyak yang iri sama kita banyak yang tidak punya sumber daya alam jadi mereka inginya menjadi kaya dari kita," jelas Prabowo.

Sebagai warning, banyak juga yang mendukungnya. Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, misalnya sempat berkomentar bahwa pernyataan Prabowo sebagai bentuk kehati-hatian, untuk menjaga keutuhan negeri ini. Para politisi pendukung Prabowo pun tak ketinggalan ikut bersuara mendukungnya.

Novel berjudul Ghost Fleet: Novel of the Next World War terbit pertama kali di Amerika Serikat pada 2015 lalu dengan lebih dari 400 halaman. Novel ini menjadi perhatian serius bagi petinggi militer Amerika Serikat. Pensiunan Laksamana James G Stavridis menyebut buku ini sebagai blue print untuk memahami peperangan di masa depan.

Dalam novel ini, Indonesia tak banyak disebut hanya sebagai latar. Ghost Fleet sendiri lebih banyak menggambarkan perang antara China dan Amerika Serikat pada tahun 2030 daripada menceritakan hancurnya negeri Indonesia. Novel ini menggambarkan situasi perang modern ketika pesawat tanpa awak (drone) mendominasi angkatan udara kedua belah pihak. Perang juga melanda sistem informasi tingkat tinggi, tidak hanya meretas situs internet, juga menggunakan satelit untuk menguasai data intelijen.

China yang mengalami kemajuan pesat. Di samping lebih kaya dari AS, China juga mampu menciptakan persenjataan yang sangat canggih. Kelompok komunis China pun digambarkan, sudah diganti kelompok baru yang disebut sebagai Directorate, yaitu elit gabungan antara kelas pengusaha kelas kakap dan para pimpinan tentara.

Kalau bukan Prabowo, mungkin pernyataan itu tak menimbulkan sensasi berlebihan. Celah ini dieksploitasi untuk menggerus Prabowo. Pertarungan di media sosial sudah mulai terasa panas. Apa pun yang dilakukan sang tokoh, bisa menjadi bahan ejekan, dan cemoohan untuk mendegradasi popularitasnya. 

Hal serupa yang dialami Jokowi. Akhir Februari lalu, Presiden Jokowi mengajak putrinya, Kahiyang Ayu dan suaminya, Bobby Nasution untuk nonton film drama romantis yang tengah populer,  “Dilan 1990”. Film yang diadaptasi dari novel berjudul Dilan karya Pidi Baiq menyedot penonton lebih dari 7 juta.

Seusai menonton film yang berdurasi hampir dua jam itu, Jokowi memberikan penilaiannya. “Tadi saya melihat film ini, Dilan itu, sebuah kesederhanaan yang diambil sudutnya, dengan sudut pandang, dengan kamera yang pas gitu. Jadinya, semuanya apa, e, kaget dan menjadi sebuah booming. Ini sudah lebih dari berapa? Tujuh juta kan?" kata Jokowi.

Penilaian Jokowi ini jadi bahan bullying di media sosial. Jokowi hanya penikmat film, bukan pengamat film. Tapi, bagi yang tidak suka Jokowi, apa pun jadi bahan olok-olok. Berbeda dengan para pendukungnya,  membela Jokowi habis-habisan.

Fenomena Dilan bagi Jokowi memiliki makna lain, Jokowi adalah presiden yang peduli dengan karya anak bangsa, juga makin memperkuat citra kesederhaan Sang Presiden. Sementara, Prabowo mungkin kaget dan tak menyangka Ghost Fleet yang menjadi latar pidatonya, menjadi viral dan kontroversial.

Apa pun, bagi tim sukses Jokowi maupun Prabowo bisa dikemas untuk mengangkat citranya. Apa pun yang dilakukan kedua tokoh ini bisa dieksploitasi untuk mengangka citranya atau sebaliknya menjatuhkannya, sebagai amunisi untuk Pilpres 2019.

Semua keputusan ada di tangan rakyat. Seorang temen saya hanya berpikir sederhana ketika memilih Jokowi dalam Pilpres 2014. “Saya lebih suka suasana angkringan daripada perang,” ujar sang teman.  Mungkin, yang memilih Prabowo, lebih suka seorang pemimpin yang ketika berpidato berapi-api, mengingatkan pada sosok orator seperti Soekarno

Ghost fleet dan Dilan, menjadi pelajaran berharga. Anggaplah sebagai warming up, sebelum masuk ke gelanggang kampanye nanti.