Nasib Bawang Putih dan Bawang Merah
Seperti kisah dongeng nasib bawang merah dan bawang putih memang berbeda. Pun saat kita mengkaji tentang tata niaga kedua komoditas yang dalam bahasa Inggris disebut onion dan garlic ini. Nasib petani bawang seringkali berakhir tragis di akhir masa panen. Produktivitas pertanian bawang putih lokal masih rendah. Pun harganya selalu anjlok saat musim panen tiba. Sedikit berbeda dengan bawang merah yang cenderung stabil.

MONDAYREVIEW.COM – Seperti kisah dongeng nasib bawang merah dan bawang putih memang berbeda. Pun saat kita mengkaji tentang tata niaga kedua komoditas yang dalam bahasa Inggris disebut onion dan garlic ini. Nasib petani bawang seringkali berakhir tragis di akhir masa panen. Produktivitas pertanian bawang putih lokal masih rendah. Pun harganya selalu anjlok saat musim panen tiba. Sedikit berbeda dengan bawang merah yang cenderung stabil.
Sebagaimana kita ketahui selama ini Indonesia masih bergantung pada impor. Setiap tahun, tercatat impor bawang putih mencapai 470 ribu ton. Sekira 90% kebutuhan bawang putih masih bergantung dari impor terutama dari Shandong Tiongkok. Di awal tahun ini saja sebelum pandemi tiba sudah terjadi gejolak harga bawang putih saat Pemerintah memberi isyarat akan menghentikan impor bawang putih dari Tiongkok.
Dalam waktu singkat keadaan berbalik. Harga bawang putih meluncur drastis saat panen raya tiba. Padahal bawang putih lokal hanya menguasai ceruk sekira 5% dari kebutuhan domestik. Bawang putih lokal yang reatif kecil memiliki aroma yang lebih kuat. Lazim disebut varietas softneck. Sementara varietas hardneck lebih banyak dibudidayakan di daerah beriklim dingin cenderung bersalju dengan ukuran yang lebih besar.
Petani di Temanggung misalnya pada panen April 2020 merasa kebingungan menjual hasil panen bawang putih yang setidaknya berada di kisaran harga Rp 40.000/kg. Sementara bawang putih impor ada di pasaran pada kisaran harga Rp.25.000 hingga Rp 35.000.
Dari sisi produktivitas petani Tiongkok dapat menghasilkan panen 24 ton per hektare atau empat kali lipat dari petani kita yang hanya menghasilkan panen 6 ton perhektare itupun dalam keadaan basah. Sementara harga bibit bawang putih lokal sekira Rp 100.000/ kg dan bawang putih impor pada kisaran Rp. 35.000/kg.
Indonesia ekspor bawang putih
Namun selalu ada peluang dalam membangun ekosistem kemandirian pangan bahkan untuk menunjang ekspor komoditas pertanian ini. Ekspor bawang putih perdana dari Brebes ke Taiwan sebanyak 1.000 ton selama 2020 sudah terwujud. Permintaan ekspor bawang dari Taiwan sebanyak 1000 ton selama tahun 2020. Permintaan tersebut akan dipenuhi secara bertahap hingga Oktober 2020 yang akan datang.
Untuk memenuhi permintaan ekspor bawang putih ini, pihaknya mengambil bawang putih dari berbagai daerah. Mulai dari Batang, Tegal, Brebes, Temanggung sampai Sumbawa. Kriteria bawang putih Indonesia ini masuk dan diterima di pasaran Taiwan, maka permintaan 1000 ton ini bisa selesai pada Oktober.
Pemerintah akan terus mendorong petani untuk meningkatkan budidaya bawang putih. Untuk itu, pemerintah telah menganggarkan biaya pengembangan bawang putih di Indonesia.
Stabilisasi harga tidak bermakna mengesampingkan keringat petani bawang putih. Ada ketimpangan pasokan dan permintaan, sementara di mata petani Pemerintah lebih memprioritaskan bawang putih impor di satu sisi dan membiarkan harga rendah di level petani menghantui keberlanjutan kehidupan petani di sisi lain.
Disparitas harga jual di level petani dan harga pasar harus diintervensi agar tidak merugikan petani bawang putih, jika diperlukan, pemerintah menetapkan batas bawah harga beli di level petani, yang menyisakan keuntungan untuk petani, baru setelah itu berpaling kepada komoditas yang sama yang diimpor.
Harga jual hari ini berkisar antara Rp45.000- Rp 60.000 per kg, namun di level petani harga jual hanya Rp 8000-10.000. Pemerintah semestinya memiliki kebijakan khusus untuk meningkatkan pasokan domestik, agar ketergantungan pada bawang putih impor bisa dikurangi dari waktu ke waktu.
Nasib Bawang Merah
Deflasi Agustus 2020 menunjukkan nasib bawang merah pun merana. Penurunan harga terbesar disumbang oleh daging ayam ras sebesar 0,09 persen, disusul oleh harga bawang merah sebesar 0,07 persen, harga tomat 0,02 persen dan telur ayam ras serta buah-buahan seperti pisah dan jeruk yang masing-masing mengalami penurunan sebesar 0,01 persen.
Perlu inovasi dan sinkronisasi dari para pelaku usaha. Misal, petani tidak lagi menjual komoditas mentah ke pasar, tetapi mengolah hasil panennya terlebih dahulu guna meningkatkan nilai ekonomis produknya.
Produk pertanian yang harganya berfluktuasi salah satunya adalah bawang merah. Bawang merah termasuk dalam produk holtikultura jenis sayuran yang digunakan masyarakat Indonesia sebagai bumbu masakan.
Fluktuasi harga bawang merah tidak separah fluktuasi pada komoditas buah naga maupun tomat yang sampai menyebabkan produk tidak laku di pasaran, akan tetapi perlu adanya upaya untuk menstabilkan harga bawang merah sehingga petani maupun konsumen tidak dirugikan. Menurut BPS tanaman holtikultura, produksi bawang merah di Indonesia selama kurun waktu 2017-2019 mengalami peningkatan yakni berturut urut 1,47 juta ton, 1,5 juta ton, dan 1,58 juta ton.
Angka tersebut sudah jauh melebihi kebutuhan bawang merah dalam negeri. Pemerintah berhasil menghentikan impor bawang merah sejak tahun 2016 . Pasokan bawang merah surplus sehingga pemerintah menggencarkan ekspor sebanyak 247,5 ton (Rp. 4,7 M) pada pertengahan 2018 dengan tujuan Thailand dan Singapura (Kementan, 2018).
Kebutuhan bawang merah dalam negeri dipredisikan terpenuhi, pemerintah optimis ketersediaan naik karena panen raya pada awal tahun 2020. Pertanyaan terbesar saat ini mengapa harga bawang merah baru-baru ini masih berfluktuasi padahal ketersediaan bawang merah di Indonesia beberapa tahun terakhir sudah surpus.
Fluktuasi harga bawang merah bisa dipengaruhi oleh permainan saluran pemasaran pada pedagang pengumpul maupun pengecer. Apabila tidak ada pengawasan ketat yang dilakukan oleh pemerintah maka hal ini akan sangat merugikan konsumen.
Sementara itu petani juga dirugikan jika harga yang diterima tidak sesuai dengan input produksi yang telah dikeluarkan. Penentuan harga bawang merah disesuaikan dengan kondisi ketersediaan barang (supply) dan permintaan (demand). Permintaan pasar periode tertentu mengalami peningkatan sementara produksi cenderung konstan dan bahkan mengalami penurunan. Defisit pasokan bawang merah akan menyebabkan kesenjangan antara supply dan demand sehingga terjadi kenaikan harga di pasaran untuk mencapai keseimbangan pasar