Anomali PT Telkom Indonesia

CSR bukan hanya untuk melakukan pembagian alokasi dana bagi kelompok masyarakat tertentu tanpa memperhatikan unsur proporsionalitas yang berkaitan dengan sensitivitas SARA.

Anomali PT Telkom Indonesia
Ilustrasi foto/Net

SEJAK tanggal 19 Oktober 2017, penurunan harga saham PT. Telkom telah terjadi sebesar 2,09 persen. Yaitu menjadi Rp 4.210 per saham dengan nilai transaksi sebesar Rp 972,25 Miliar (Data RTI, 2017). Sedangkan aksi penjualan saham yang dilakukan oleh investor asing tercatat sebesar Rp 389,38 di seluruh pasar. Diketahui pula, penurunan harga saham PT. Telkom selama sepekan telah mencapai sebesar 5,18 persen dengan aksi penjualan saham (melepas saham) sebesar Rp 3,01 Triliun di seluruh pasar bursa.

Dengan demikian, selama bulan Oktober 2017 harga saham PT. Telkom telah menurun sangat tajam. Yaitu sebesar 10,23 persen dengan nilai penjualan oleh aksi yang diakukan investor asing sejumlah Rp 6,1 Triliun di seluruh pasar.

Sejauh ini, aksi penjualan saham PT. Telkom agak anomali disebabkan kinerja PT. Telkom pada Tahun 2016 sampai 2017 cukup baik. Yaitu terjadi kenaikan laba signifikan sebesar 19,60 persen. Kenaikan laba yang cukup besar ini justru memicu aksi penjualan saham oleh para investor asing yang cenderung lebih dipahami secara normal sebagai aksi mengambil untung dari para investor asing yang kemudian menekan harga saham korporasi ini di pasar bursa.

Selain itu, penurunan harga saham ini juga dimaknai sebagai adanya ketidakpercayaan para investor asing atas keberlanjutan kinerja PT. Telkom pada periode berikutnya. Tidak ada alasan yang cukup kuat dan mendasar atas penjualan saham oleh investor asing secara beruntun dalam sebulan tersebut. Selain adanya permasalahan konflik diantara pemegang saham dan adanya gugatan PT. Citra Sari Makmur terhadap PT. Telkom Indonesia. Sehingga cenderung hal ini menjadi alasan kuat aksi mengambil untung (profit taking) yang dilakukan oleh investor asing.

Ketidakpercayaan pada manajemen PT. Telkom pada kasus penurunan harga saham PT. Telkom lebih kuat alasanya dibandingkan dengan kinerja yang telah dihasilkan oleh manajemen. Penurunan harga saham ini akan terus berlanjut apabila tidak ada penyelesaian atas konflik yang terjadi terkait kerjasama investasi antara PT. Telkom dan PT. Citra Sari Makmur.

Selain itu, mestinya Kementerian BUMN dan Kementerian Komunikasi dan Informatika menyelidiki keanehan kinerja BUMN strategis PT. Telkom ini. Menghasilkan laba tetapi banyak aksi jual saham oleh investor. Harus ditelusuri secara cermat kemana aliran laba BUMN ini mengalirnya. Terutama yang berkaitan dengan dana Tanggungjawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility/CSR).

Lebih jauh adalah, semua CSR yang dikelola oleh korporasi, baik swasta apalagi BUMN pasti menyampaikan program yang mereka jalankan berdampak pada komunitas. Cuma harus dilihat secara kasus per kasus (case by case). Termasuk apakah program CSR itu berkelanjutan dalam membangun kompetensi dan pengembangan bisnis kelompok sasaran (jika itu program pengembangan UKM) atau dipelihara dengan baik (jika itu program pembangunan infrastruktur dan lingkungan hidup) adalah merupakan persoalan tersendiri.

Sehingga, dengan begitu CSR mampu menjadi katalisator kemandirian ekonomi atau pengelolaan lingkungan hidup di daerah sasarannya, bukan hanya untuk melakukan pembagian alokasi dana bagi kelompok masyarakat tertentu tanpa memperhatikan unsur proporsionalitas yang berkaitan dengan sensitivitas SARA.

*Penulis adalah ekonom konstitusi