Anies Masih Miliki Peluang Hentikan Reklamasi
Kewanangan proyek reklamsi di Teluk Jakarta tumpang tindih antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

MONDAYREVIEW.COM - Menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta merupakan tugas berat di awal kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wagub Sandiaga S Uno. Jika proyek ini terus berjalan maka, kepercayaan warga Jakarta kepada mereka seketika akan hancur lebur. Namun, sebaliknya jika mereka terus berjuang dan berhasil menghentikan proyek tersebut maka dukungan warga DKI Jakarta semakin menguat. Sebeb mereka menilai bahwa apa yang Anies-Sandi janjikan saat kampaye Pilkada benar-benar dijalankan.
Seperti diketahui, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan mencabut moratoriun tentang reklamasi. Keputusan itu tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Nomor S-78-001/02/Menko/Maritim/X/2017 pada Kamis (5/10). Otomatis surat keputusan ini menggugurkan SK yang pernah dikeluarkan Menko Kemaritiman sebelumnya, Rizal Ramli.
Dicabutnya moratorium proyek reklamasi sebenarnya jelas membuat Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih, Anies-Sandi, berada di tengah kebimbangan. Sebab, sebagai gubernur sudah seharusnya mereka menjalankan keputusan yang dikeluarkan pemerintah pusat. Namun mereka tak mungkin alpa dengan janji kampanye yang pernah terucap.
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun melihat bahwa kewanangan proyek reklamsi di Teluk Jakarta tumpang tindih antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sehingga jika salah diantara keduanya tidak sejalan maka proyek yang menjadi polemik ini sulit berjalan lancar.
"Kewenangan itu berhimpit, ada porsi pemerintah pusat, ada porsi pemerintah daerah. Contoh izin reklamasinya itu sendiri. Lalu Amdal, itu bisa dikontrol sampai pusat. Jadi misalnya katakanlah izin reklamasi pemerintah daerah misal, tapi pengerukan, penggunaan kapal kewenangan pemerintah pusat, itu bisa berimpit. Kalau misalnya izin penggunaan kapal atau amdal misalnya diambil alih pemerintah pusat, kan proyek ini enggak bisa jalan," kata Refly seperti dilansir merdeka.com, Rabu (18/10).
Refly mengatakan meskipun secara teritorial Teluk Jakarta merupakan milik pemerintah daerah sehingga kewenangannya pun harus mengikuti Pemprov DKI Jakarta. Tapi lagi-lagi, dia menegaskan, kewenangan dalam menggarap proyek reklamasi ini memang berhimpit dengan pemerintah pusat.
Maka itu, agar pembahasan proyek ini menghadirkan kebermanfaatan untuk kepentingan warga Jakarta dan bangsa, Rafly menyarankan, agar dalam pembahasan proyek ini tidak saling kuat-kuatan antara pemerintah pusat dan daerah. Dia ingin, antara menteri dan gubernur saling duduk bersama membahas projeakak bernilai triliunan tersebut.
Namun, Rafly menambahkan jika setelah duduk bersama tidak tercapai kesepakatan bersama Ia menyarankan agar kedua belah pihak meminta putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK). Meskipun reklamasi bukan objek sengketa, tapi yang bersengketa adalah pemerintah pusat dalam hal ini menteri dan pemerintah daerah dalam hal ini gubernur.
"Menurut saya seharusnya MK bisa memutuskan, karena sengketa kewenangan pusat dan daerah, memang bukan konstitusional, tapi subjeknya adalah organ konstitusional," sarannya.