Aku Ingin Mencintai Politikus dengan Sederhana!
Memimpin adalah menderita.

MONDAYREVIEW.COM – Halimah Yacob menjadi nama yang kerap diujarkan di perbincangan dan laman pemberitaan negeri ini. Halimah Yacob merupakan sosok perempuan berdarah Melayu yang menjadi presiden Singapura. Halimah mendapat pujian, salah satunya dikarenakan kesederhanaan dari dirinya. Halimah berencana untuk tetap tinggal di apartemen di Yishun yang selama ini ditinggalinya. Apartemen ini tidak berbeda dari lingkungan yang lain, dimana koridornya penuh dengan barang-barang kehidupan sehari-hari seperti sepeda, pot tanaman dan sepatu sekolah. Halimah dahulu pernah bekerja sebagai penjual nasi padang.
Kesederhanaan sesungguhnya merupakan bagian dari politikus Indonesia. Jika hal itu seolah hilang dari atmosfer politik di Indonesia, maka simaklah tamasya sejarah dari sosok Sukarno, Hatta, dan Agus Salim. Sukarno ketika masih menikah dengan Inggit Garnasih (pra proklamasi kemerdekaan) merasakan betul kesederhanaan itu. Praktis yang membiayai Sukarno adalah Inggit dengan berjualan jamu, bedak dingin, dan rokok kawung lintingan dan bungkusan.
Pada diri Bung Hatta hal tersebut didapati pada kisah sepasang sepatu Bally yang tidak pernah terbeli hingga akhir hayatnya. Sosok wakil presiden pertama RI ini masih menyimpan mimpinya berupa guntingan iklan sepatu Bally yang tetap disimpannya dengan rapi hingga dirinya wafat pada 1980.
Lalu ada juga Agus Salim yang merupakan sosok Menteri Luar Negeri RI yang begitu sederhana. Dirinya kerap harus berpindah rumah hingga masuk ke gang-gang yang becek. Maka dari ragam fragmen kisah Sukarno, Hatta, Agus Salim tersebut terangkumlah makna bahwa ‘memimpin adalah menderita’.