Aktivis Muda Muhammadiyah: Menag Kembali Injeksi Kegaduhan di Masa New Normal

Betapa keji tuduhan Menag yang mendeskripsi ciri radikal. Ini jelas kegaduhan di masa new normal

Aktivis Muda Muhammadiyah: Menag Kembali Injeksi Kegaduhan di Masa New Normal
Aktivis Muda Muhammadiyah, H. Arif D Hasibuan

MONITORDAY.COM - Aktivis Muda Muhammadiyah, H. Arif D Hasibuan menyayangkan Menteri Agama Fachrul Razi yang kembali membuat pernyataan bernada gaduh dan jauh dari kata produktif di era new normal.

Arif menilai tudingan Menag yang telah mendeskripsikan ciri radikal secara sepihak sebagai tindakan yang keji. Betapa tidak, Menag menggambarkan para Hafidz (penghafal Al-Quran) anak muda “good looking”, bisa bahasa Arab, sebagai pintu penyebar radikalisme di Masjid-masjid. 

“Ini jelas kegaduhan di masa new normal. Ditengah derasnya arus negatif asing yang merusak moral anak bangsa, masih ada anak-anak muda yang konsisten dengan al-qur;an, menjaga aqidahnya. Dengan demikian, ia tidak jadi LGBT, pengedar narkoba, buzzer dan aksi negatif lainnya," ujar Pria yang menempuh pendidikan Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) ini kepada monitorday.com, Jum'at (4/9/2020).

Seharusnya, lanjut Arif, Menteri Agama malah berterima kasih kepada anak-anak muda itu, menyambut positif tren mereka yang good looking yang hijrah, bisa bahasa Arab, apalagi Hafidh (penghafal) Al-Quran yang memakmurkan Masjid dan mau mengurusi Masjid. 

Arif lantas bertanya, bagi mereka yang pemakai narkoba, homo, LGBT, koruptor  dan tindakan tak terpuji lainnya masuk dalam kategori apa? makna radikal perlu dipertegas agar tidak terjadi kesimpangsiuran.

"Pejabat publik semestinya setop menginjeksi ujaran kegaduhan," tegas Arif.

"Belum lama ini, ada pejabat publik yang mengeluarkan pernyataan "semoga sumatra barat mendukung negeri pancasila" kemudian Menag ikut juga memperkeruh dengan pernyataan demikian," imbuhnya kemudian.

Pegiat puisi ini lebih lanjut mempertanyakan tindakan Fahrul sejak menjabat Menag tapi kerap menuding umat. Ia menegaskan, peristiwa kemanusiaan yang merugikan umat di seluruh negeri ini, tidak diawali dari islam. 

" Umat dizholimi di Papua, Poso, Ambon dan lain-lain itu gimana, apakah umat yang mengawali. Silahkan check, tidak pernah," pungkasnya. 

Menurut Arif, Menag tak boleh mengeneralisir satu kasus yang ditemukan dalam masyarakat sebagai perilaku mayoritas umat Islam. Apalagi sampai-sampai mengkambinghitamkan umat Islam. 

"Ia sama sekali tak pernah menyinggung pengikut agama lain melakukan kerusakan bahkan menjadikan rumah ibadah sebagai tempat untuk mengkader para generasi anti-NKRI dan separatis radikalis yang jelas musuh bersama," tutur Arif.

Arif berharap Menag menghilangkan semua stigma negatif tentang umat Islam yang beramar makruf dan nahi munkar demi tegaknya keadilan dan kebenaran di negeri ini.

Arif lantas menyebutkan, apa yang dilakukan Menag yang kesekian kali kepada umat, menunjukan ketidakmampuan dirinya mendukung toleransi umat yang selalu di suarakan Presiden Jokowi. 

" Presiden Jokowi perlu mempertimbangkan Menteri yang tak lincah. Apalagi gaduh," tandas Arif.