Akankah Bank Indonesia Bisa Mengendalikan Euforia Bitcoin?
Walau dikenal sebagai uang virtual, namun Bitcoin dan sejenisnya juga diklain sebagai komoditas berupa digital aset. Euforianya yang membuat nilai 1 BTC sekarang mencapai lebih dari 191 juta Rupiah sangat mencengangkan. Akankah regulasi tentang crypto currency ini bisa ditetapkan dan ekeftif diterapkan untuk melindungi semua fihak?

Departemen Komunikasi Bank Indonesia telah merilis surat edaran berkaitan dengan penggunaan uang virtual dalam transaksi pembayaran. Berpegang pada UU No. 7 Tahun 2011, alat tukar virtual tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Hal ini menegaskan bahwa Rupiah, sebagaimana diatur dalam Undang-undang tersebut adalah alat pembayaran yang sah di Negara Republik Indonesia.
Namun, di sisi lain, masyarakat yang tertarik dan melakukan transaksi uang virtual semakin tak terbendung. Sebut saja, salah satu uang virtual yang saat ini sangat popular yaitu Bitcoin. Jumlah member yang telah bergabung sebagai member di situs bitcoin.co.id telah mendekati satu juta orang. Uang virtual berbasis peer to peer ini dikenal sebagai crypto-currency atau mata uang yang disusun dari enkripsi data yang sangat sulit dipalsukan dan diretas mengingat seluruh transaksinya tersimpan di jutaan server di seluruh dunia.
CEO Bitcoin Indonesia pun tidak menentang regulasi Bank Indonesia. Baginya, Bitcoin memamng bukan alat pembayaran sebagaimana yang diatur dalam UU No 7 Tahun 2011. Bitcoin adalah digital asset yang tidak bisa dijerat dengan ketentuan tersebut, walaupun secara umum ada kesamaan fungsi dalam berbagai transaksi yang muncul di dunia digital. Dalam bahasa popular, digital asset ini juga sering diperkenalkan sebagai uang virtual dan menggantikan fungsi alat pembayaran konvensional.
Mengingat klaim sebagai digital asset, maka Bappepti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) Kementerian Perdagangan akan mengkaji ulang kemungkinan regulasi virtual currency semacam bitcoin ini bisa diperdagangkan di bursa komoditas. Sebagaimana disampaikan Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti Dharmayugo Hermansyah kepada CNNIndonesia.com, Jumat (12/1). Pokok kajiannya meliputi berapa yang investasi di bitcoin, nilainya berapa, pengaruhnya bagaimana terhadap portofolio investasi lainnya. Bisa berpengaruh ke ekonomi nasional atau tidak.
Bank Indonesia sendiri mengingatkan masyarakat tentang tingginya resiko akibat spekulasi yang sangat tinggi terkait naik-turunnya nilai Bitcoin. Disamping itu juga kemungkinan penipuan (fraud) mengingat belum diaturnya regulasi yang spesifik dan masih awamnya publik. Di sisi lain, virtual money yang menggunakan pseudonymous ini memungkinkan penggunanya untuk menyembunyikan identitasnya sehingga berpotensi digunakan sebagai alat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Walhasil, menjadi tugas seluruh pemangku kepentingan dan otoritas keuangan untuk mengkaji dan menemukan formula yang tepat bagi kepntingan publik. Bank sentral dan pemerintah dinilai harus obyektif mengingat lahirnya crypto-currency semacam Bitcoin ini memang didorong sebagai ‘perlawanan’ terhadap pengendalian transaksi