Akademisi UMY Nilai Dinasti Politik Hanya Ilusi Demokrasi

Pencalonan Gibran menambah daftar catatan dinasti politik. Padahal dinasti politik hanya ilusi demokrasi. Gibran justru melakukan regenerasi bukan merajut dinasti.

Akademisi UMY Nilai Dinasti Politik Hanya Ilusi Demokrasi
Pakar Hukum Tata Negara Univ. Muhammadiyah Yogyakarta, Dr King Faisal Sulaiman SH, LLM

MONITORDAY.COM - Polemik munculnya anak Presiden, Gibran sebagai calon walikota Solo belakangnya menjadi trending topik. Bahkan sudah highlights isu di berbagai media mainstream ibukota selain pandemi covid. Tidak sedikit yang mengaitkan pencalonan ini menambah daftar catatan dinasti politik. Padahal dinasti politik hanya ilusi demokrasi.

"Yang menarik adalah, ternyata tidak sedikit kalangan yang merasa tabu dengan pencalonan Gibran, lalu dikaitkan pula dg upaya Presiden menciptakan dinasti politik," ujar Pakar Hukum Tata Negara Univ. Muhammadiyah Yogyakarta, Dr King Faisal Sulaiman SH, LLM kepada monitorday.com, selasa (21/7/2020)

Menurut King, mempersepsikan Gibran dengan dinasti jelas salah, itu terminologi yang salah. Sebaiknya, sikapi dinamika Gibran adalah regenerasi. Rakyat butuh yang muda, visioner dan berpikir yang "unboxing". 

"Padahal, persepsi demikian jelas salah kaprah. Tidak ada relevansinya sama sekali dengan esensi Pilkada. Perlu diluruskan, yang memilih Walikota tetap rakyat Solo sebagai pemilik hak suara," jelasnya. 

Rakyatlah yang memegang  kedaulatan tertinggi, bukan para kandidat.  Dinasti politik sebenarnya hanyalah Tirani kata kata yang menyesatkan akal sehat. Dan akan selalu dikapitalisasi atau menjadi komoditi politik  di setiap event Pilkada oleh kelompok "invested interest". 

"saya mencium aroma itu ada di Pilwako Solo saat ini. Sebaiknya semua pihak terutama partai politik intens melakukan pendidikan politik," ungkapnya.

Hak-hak politik apa saja yang perlu rakyat paham sebagaimana diatur dalam sejumlah regulasi Pemilu. Dinasti politik bukan sesuatu yg naif dan tabu dlam sistem pemilu/pilkada. 

"Mari kita membiaskan sesuatu yg benar bukan membenarkan sesuatu yang biasa. Tidak ada larangan dalam UU Pilkada. Justru Konstitusi/UUD kita menjamin hak politik setiap warga untuk berkompetisi dalam Pilkada," imbuhnya.

Asalkan yang bersangkutan memenuhi sejumlah persyaratan yang sudah diatur. Jika Gibran dianggap cakap dan mampu memimpin, apa salahnya.

Akan jauh lebih elegan dan  bermartabat jika Parpol turut memberikan pendidikan politik yg mencerahkan, ketimbang menyebar  isu Dinasti politik  yang  sungguh inkonstitusional dan rawan blackcampaign tersebut.