Diprotes Banyak Pihak, RUU KUHP Baiknya Ditinjau Kembali
Perilaku pidana harus dipahami

MONITORDAY.COM - Pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI), Nathanael E. J. Sumampouw mengingatkan Pemerintah dan DPR untuk tidak merasa bahwa produk Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sudah amat baik dan berkualitas. Pasalnya, ia mengatakan semua proses dari awal hingga akhir penyusunan dikerjakan sendiri.
Ia menjelaskan ketika memahami bahwa suatu tindak pidana adalah perilaku dan ingin mengaturnya, maka harus dipahami terlebih dahulu soal tingkah laku tersebut. Hal itu seperti memahami prevalensi dari tingkah laku dan faktor resikonya.
"Pertama, pahami perilakunya secara sistematis dan juga pelakunya. Itu saya pikir menjadi bahan yang membantu kita juga untuk berpikir apa yang bisa kita lakukan dalam hukum pidana," katanya dalam diskusi di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Imperium Office, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (13/2/2018).
Hal senada disampaikan Pengajar Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, Ni Made Martini Puteri bahwa ada konteks dimana kejahatan disebut relatif. "Perilaku yang disebut kejahatan dan pelanggaran hukum bisa mengalami perubahan, tergantung konteks waktu dan tempat," ucapnya.
Dirinya menjelaskan dalam hukum pidana, untuk menyatakan suatu perbuatan sebagai kejahatan, harus memenuhi unsur criminal intens, yaitu kejahatan merupakan tindakan yang dilakukan secara sukarela dan merupakan perilaku yang disengaja.
Maka menurutnya, dalam penyusunan pola penghukuman di dalam RKUHP, harus mempertimbangkan kondisi kualitas dari perbuatan pelanggaran.
Ia menuturkan dalam aturan hukum, ada pelanggaran moral dan pelanggaran hukum. Bisa jadi, lanjut Puteri, definisi perilaku yang secara moral dinyatakan melanggar, tapi secara hukum tidak, ataupun sebaliknya.
"Criminal intens menurut hemat saya di dalam RKUHP harus kembali dipertimbangkan," pungkasnya.
[Yusuf Tirto]