Ahli Hukum Tata Negara: KUHP Dibahas dengan Dangkal

Bivitri menilai anggota DPR berpura-pura menjadi ahli hukum

Ahli Hukum Tata Negara: KUHP Dibahas dengan Dangkal
Bivitri Susanti (kanan) dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/2). Foto: Yusuf Tirtayasa/Monitorday.com

MONITORDAY.COM, Jakarta - Ahli Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti mengkritik Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Pasalnya, DPR memunculkan kembali pasal penghinaan terhadap pemerintah dalam rancangan RKUHP, termasuk penyerangan pada Presiden dan Wakil Presiden.

 

Ia menuturkan para anggota DPR tidak serius dalam membahas RKUHP. Hal itu terlihat dari minimnya absensi para anggota dewan dalam merumuskan RKUHP.

 

"Pasal KUHP itu dibahas dengan dangkal. Coba cek berapa orang anggota DPR yang hadir dalam rapat RKUHP ini," katanya dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Populi Center dan Smart FM Network bertajuk 'RKUHP Ancam Demokrasi?' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (3/2/2018).

 

Dirinya melihat para anggota DPR berpura-pura menjadi ahli hukum dalam merancang KUHP. Hal tersebut lantaran ketentuan yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2006 itu kini kembali digodok.

 

Bivitri lantas menegaskan putusan MK tidak bisa dimain-mainkan atau sudah MK final dan mengikat. Ia lalu mencontohkan kasus seorang nenek yang dihukum hakim karena menebang pohon durian di Sumatera Utara.

 

Menurutnya, kasus itu adalah dampak dari KUHP yang tidak dibahas dengan baik dan parsitipatif.

 

"Pasalnya terlalu banyak, tapi mau dinegosiasikan dengan cara yang dangkal," pungkasnya.