Haedar Nashir: Marahnya Orang Beragama Mesti Dibingkai Akhlak Mulia

SEORANG MUSLIM, baik awam maupun elite, mesti meneladani Nabi Muhammad dalam bersikap dan bertindak.

Haedar Nashir: Marahnya Orang Beragama Mesti Dibingkai Akhlak Mulia
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir/SM

MONITORDAY.COM - Seorang Muslim, baik awam maupun elite, mesti meneladani Nabi Muhammad dalam bersikap dan bertindak. Demikian dikatakan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dalam Tabligh Akbar PDM Sragen di Masjid Raya Al Falah, Ahad (15/4).

Menurutnya, yang dimaksud uswatun hasanah dalam konteks ini adalah termasuk dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena itu, kata Haedar, jagalah hati, jangan gampang tersulut emosi dan meluapkan kemarahan.

“Marah itu pantulan dari akhlak kita yang belum tertata dengan baik, karena apa pun marah itu. Memang ada marah karena agama. Marahnya orang beragama dalam membela agamanya, tidak boleh sama dengan marahnya orang yang tak beragama,” tuturnya.

Menurutnya, harus ada pembeda antara marah orang beragama dan tak beragama, harus ada bingkai akhlak mulia.

“Jika muslim merasa akidahnya lurus dan ibadahnya taat, maka pantulannya harus terwujud dalam keagungan perilaku, termasuk dalam berujar lewat lisan dan tulisan, tidak bisa sembarangan meski atasnama suara kebenaran,” ujar Haedar.

Lebih lanjut, Haedar menuturkan, bahwa ibadah seharusnya berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari, berpengaruh kepada akhlak dan perbuatan. Ia mencontohkan, banyak orang yang tidak diragukan lagi berbagai ibadahnya, rajin shalat, rajin puasa, namun sedikit saja terpicu hal-hal yang tidak menyenangkan bisa marah bukan main.

Oleh karena itu, Haedar berpesan, ujaran, omongan, lisan di media sosial, dimana saja bahkan dalam ceramah sekalipun, seorang muslim yang ibadahnya baik, tetap menjungjung tinggi hifdzul lisan (keagungan kata-kata) dan hifdzul kalam (kebaikan tulisan).

“Itu bedanya orang Islam dan bukan Islam, dan itulah yang membuat Nabi Muhammad saw dicintai siapa pun. Hatta oleh mereka yang kafir sekalipun karena nabi adalah al Amin, Nabi adalah yang terpercaya, Nabi adalah al-Akhlak al-Karimah, bahwa menurut ‘Aisyah Nabi adalah al-Qur’an yang berjalan,” ujarnya.

Haedar lalu berharap, bila semarah apa pun, tidak puas apa pun kepada keadaan harus tetap menunjukkan al Akhlak al Karimah sebagaimana Nabi. “Di media apa saja, kalau sudah berujar atas nama apa pun, kadang sering tidak terkontrol. Kalau orang-orang Islam itu terpengaruh dari ibadahnya, berakhlak mulia maka insyaallah akan menjadi rahmatan lil alamin,” harap Haedar.

[Mrf/Rizq]