Agar Kilang Minyak Mampu Menangguk Untung

MONITORDAY.COM - Indonesia harus berkutat dengan masalah ketahanan energi. Ketergantungan Indonesia pada pasokan impor migas harus diimbangi dengan strategi membangun kilang migas yang efisien dan berkelanjutan. Dari aspek investasi atau bisnis pembangunan kilang minyak harus diperhitungkan dengan cermat.
Dunia memang tengah berusaha untuk meninggalkan penggunaan bahan bakar fosil. Namun diperlukan transisi yang cukup panjang hingga penggunaan energi hijau atau energi bersih benar-benar diterapkan secara keseluruhan. Langkah untuk mengoptimalkan produksi minyak bagi kepentingan nasional harus diambil oleh Pemerintah Indonesia agar APBN kita tidak semakin berat di tahun-tahun mendatang.
Industri migas memiliki beragam produk turunan yang dikenal dengan industri petrokimia. Petrokimia adalah bahan-bahan atau produk yang dihasilkan dari minyak dan gas bumi. Bahan-bahan petrokimia tersebut dapat digolongkan ke dalam plastik, serat sintetis, karet sintetis, pestisida, detergen, pelarut, pupuk, berbagai jenis obat maupun vitamin.
Mantan Wakil Menteri ESDM Archandra Thahar mengungkapkan tiga strategi untuk membangun kilang minyak yang menguntungkan secara bisnis. Ada beberapa strategi yang bisa dilakukan agar kilang yang dibangun dapat memberi keuntungan yang sesuai dengan rencana
Pertama, lokasi kilang sebaiknya berada di pesisir pantai, digabung dengan petrochemical plant, dan dekat dengan kawasan industri. Lokasi di pesisir pantai akan memudahkan suplai crude dan perpindahan produk kilang dengan menggunakan moda transportasi laut.
Salah satu produk kilang adalah bahan baku untuk pabrik petrokimia, sehingga biaya transportasi akan murah jika kilang berdekatan dengan pabrik petrokimia. Akan lebih menguntungkan jika ada industri di dekat kilang dan petrochemical plant yang menjadikan produk kilang dan petrochemical sebagai bahan bakunya.
Kedua, sumber energi yang dibutuhkan untuk mengoperasikan kilang berasal dari energi terbarukan. Tekanan untuk menjaga kenaikan suhu bumi kurang dari 2 derajat celcius pada akhir abad ini semakin membuat industri migas terpinggirkan. Hal itu ditambah dengan rencana lembaga-lembaga keuangan dunia yang tidak mau lagi membiayai proyek-proyek migas, seperti kilang.
Produk kilang dan petrokimia masih akan terus dibutuhkan. Untuk itu, perlu ada masa transisi menuju penggunaan energi bersih yang lebih luas, dan industri migas tetap bisa berpartisipasi lewat penggunaan energi listrik yang berasal dari energi terbarukan.
Kalau ada gas CO2 yang dihasilkan maka teknologi CCS [Carbon Capture and Storage] bisa digunakan agar CO2 nya tidak dilepas ke udara. Dengan cara ini diharapkan lembaga keuangan dunia masih mau membiayai proyek migas dengan bunga yang lebih kompetitif,” jelasnya.
Ketiga, tidak mengunci spesifikasi kilang untuk crude tertentu. Jika kilang hanya didesain untuk satu jenis crude maka saat crude tersebut sudah habis, kilang menjadi tidak efisien. Dengan kata lain, pasokan crude sangat bergantung dari umur sumur minyak, sedangkan umur kilang bisa lebih panjang daripada umur sumur.