Ada Korban Tewas di GBLA Haedar Nashir : Stop Kekerasan di Dunia Sepakbola Indonesia

Kondisi kekerasan atau vandalisme di dunia sepakbola Indonesia gawat darurat

Ada Korban Tewas di GBLA Haedar Nashir : Stop Kekerasan di Dunia Sepakbola Indonesia
Suporter Persib, Vicking/Net

JAKARTA – Tragedi memilukan terjadi di Bandung, Minggu (23/5/2018). Haringla, supporter Persija Jakarta, tewas setelah dikeroyok sejumlah orang di lapangan parkir utara Stadion Gelora Lautan Api (GBLA).

Seluruh warga bangsa Indonesia sedih dan pilu. Betapa sadis dan mengerikannya peristiwa itu. Jelas, ini tak dapat dibiarkan. Karena bila dibiarkan, lama kelamaan akan dianggap biasa dan kembali terulang di lain waktu.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir sangat menyayangkan kejadian ini. Menurutnya, kekerasan apa pun lebih-lebih yang melenyapkan nyawa manusia tidak dapat dibenarkan. “Agama, Pancasila, dan budaya luhur bangsa Indonesia menentang keras perbuatan keji seperti itu,” kata Haedar Nashir.

“Nilai-nilai sepakbola dan olah raga apa pun sebenarnya tidak membenarkan kekerasan jalanan dan anarki semacam itu.”

Dengan tragedi GBLA tersebut, menurut Haedar, kondisi kekerasan atau vandalisme di dunia sepakbola Indonesia pun layak kita kategorikan ‘gawat darurat’. Oleh karena itu, kata Haedar, hukum harus ditegakkan dengan keras dan tegas.

“Aparat kepolisian jangan ragu-ragu bertindak meskipun menghadapi kerumunan massa yang anarki, harus berani tegas seperti ketika menghadapi teroris,” tegas Haedar.

Pun demikain dengan pihak PSSI dan Kemenpora, Haedar meminta untuk mengambil langkah tegas dan berani agar mampu memutus matarantai kekerasan sadis di dunia sepakbola Tanah Air. “Bila perlu sesuai kewenangan bekukan Liga Indonesia dan Klub yang melibatkan suporter-suporter anarkis itu,” pinta Haedar.

Menurut Haedar, sudah saatnya mengambil langkah dan tindakan yang tegas dan tuntas demi masa depan olahraga dan penyelamatan generasi bangsa Indonesia. Karen ajika penanganannya tambal sulam dan biasa saja akan mengulang tragedi-tragedi kekerasan serupa ke depan.

“Mau dibawa kemana sepakbola Indonesia jika kekekerasan demi kekerasan berlalu seolah biasa,” pungkasnya.