Golkar Baru dan Gejolak yang Tak Kunjung Usai

Setelah sempat melakukan cooling down, dan transformasi kepengurusan secara cepat, perahu Partai Golkar ternyata kembali goyang.

Golkar Baru dan Gejolak yang Tak Kunjung Usai
Airlangga Hartarto saat Munaslub 2017 di Jakarta.

MONITORDAY.COM – Setelah sempat melakukan cooling down, dan transformasi kepengurusan secara cepat, perahu Partai Golkar ternyata kembali goyang. Sikap dan gaya kepemimpinan Airlangga Hartarto disebut-sebut sebagai penyebabnya.

Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) mengungkapkan ada beberapa kelompok di internal partai yang tak puas terhadap kepengurusan Ketua Umum Airlangga hartarto.

Airlangga sempat santai menanggapi persoalan ini. Ia mengatakan tidak ada persoalan dengan adanya faksi baru yang muncul di tubuh Golkar. Dia menganggap hal itu biasa terjadi di dalam demokrasi. Namun, kini tampaknya ia perlu sedikit lebih fokus menyelesaikan persoalan tersebut.

Dalam sebuah diskusi santai di Jakarta, Direktur Eksekutif Jenggala Center, Syamsuddin Radjab, bahkan melihat Golkar di bawah Airlangga terkesan menjadi penakut. Hal ini, kata Syamsuddin, terlihat dari komposisi kepengurusan, beberapa komentar terhadap kasus-kasus yang mendera partai, serta persoalan Capres-Cawapres di 2019.

"Sebagai Parpol pemenang kedua, saya kira Golkar saat ini menjadi sangat penakut untuk mencalonkan kadernya sebagai calon Presiden. Bahkan ketika didorong untuk menjadi Cawapres sekalipun, Ketua Umum-nya kesannya ketakutan, khawatir. Tidak ingin ada cacat di mata Pak Jokowi," kata Syamsuddin Radjab di D' Hotel, Jl. Sultan Agung, Jakarta Selatan, Senin (19/3/2018).

Syamsuddin membandingkan Golkar dengan PAN dan PKS yang memiliki kursi lebih kecil namun berani menyodorkan nama calon Presiden. Hal serupa menurutnya juga dilakukan PKB yang bahkan terang-terangan mengancam jika tidak menjadi Cawapres Jokowi akan mencari koalisi lain.

"Partai kelas menengah ke bawah itu berani. Ketua Umum-nya mendorong dirinya. Bahkan dirinya sendiri yang ngomong untuk mau dicalonkan sebagai Wakil Presiden ataupun juga Presiden," imbuhnya.

Anehnya, Golkar yang meraih suara terbanyak kedua, malahan tidak punya nyali untuk maju menjadi calon Presiden juga termasuk Wakil Presiden. Airlangga tak sepatah katapun mendengar mau atau ingin menjadi Calon Wakil Presiden.

Dalam kasus Golkar, Radjab melihat bagaimana seorang Airlangga sebagai Ketua Umum Parpol mengalami mentalitas yang drop. Padahal menurutnya terdapat investasi dan jasa elit politik termasuk Istana di dalam-nya yang mendorong dan menjadikan Airlangga maju.

"Mungkin karena merasa banyak jasa orang luar dari partainya (yang) menjadikan dia sebagai Ketua Umum sehingga Jangankan melawan, mungkin menatap Pak Jokowi saja tidak berani," pungkasnya.

Dengan semua kekuatan yang dimiliki Golkar saat ini, termasuk stok kader dan tokoh yang melimpah, partai ini mestinya bisa kembali lahir menjadi 'Golkar baru' dan lebih berani tampil ke depan untuk mengambil inisiatif perubahan serta kontestasi politik secara nasional.

[Mrf]