TNI Profesional, Apa Maknanya?

TNI Profesional, Apa Maknanya?
Jenderal TNI Andika Perkasa/(Foto/Net)

MONITORDAY.COM - Nama Andika Perkasa muncul menjadi calon tunggal Panglima TNI, setelah diusulkan melalui Surat Presiden (Surpres) yang diserahkan ke pimpinan DPR RI pada Rabu (3/11) lalu.

Kendati belum disetujui DPR, namun publik tentu mengharapkan pergantian panglima dapat menjadi momentum untuk terus melakukan perbaikan-perbaikan agar TNI semakin profesional. 

Dalam peringatan HUT TNI (5/10) lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat memberi apresiasi kepada TNI karena selalu berupaya profesional baik secara perorangan maupun institusi dalam mengemban tugas. 

"TNI yang selalu menunjukkan profesionalisme dalam setiap penugasan, kemampuan perorangan, kemampuan satuan, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk alutsista telah digunakan dan dikerahkan dalam menunaikan setiap tugas yang diberikan," ujarnya. 

Profesionalisme TNI tentu diperlukan agar institusi pertahanan itu dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. 

Merujuk Pasal 2 Huruf d UU TNI, disebutkan bahwa, Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.

Artinya, tentara disebut profesional apabila memiliki kompetensi dan komitmen-komitmen tersebut. Dalam artikel yang dilansir laman resmi TNI, disebutkan bahwa profesionalisme TNI dapat diukur dari tiga hal, yaitu kompetensi, akuntabilitas, dan kesejahteraan. 

Pertama, kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dari ancaman militer bersenjata, baik dari dalam maupun dari luar. 

TNI yang andal dan kredibel tidak semata-mata dibangun hanya untuk menghadapi konflik internal. Namun juga masalah-masalah internasional, wilayah perbatasan, pulau terdepan, dan masalah-masalah maritim, yang  mengharuskan TNI untuk mengembangkan kemampuan darat, laut, dan udara yang seimbang. 

Kedua, aspek profesionalisme TNI diukur dari akuntabilitas atau pertanggungjawaban, baik operasional maupun hukum. Pertanggungjawaban operasional berkaitan dengan aturan-aturan operasi militer yang harus mengacu kepada prinsip-prinsip penghormatan hak asasi manusia (HAM). 

Hal itu diwujudkan misalnya dalam berbagai hukum humaniter, baik yang berlaku secara internasional maupun yang telah dirumuskan dalam hukum-hukum nasional. Bagi prajurit TNI, HAM adalah ketaatan prajurit terhadap hukum humaniter yang dijabarkan dalam aturan pelibatan yang jelas. 

Sementara pertanggungjawaban hukum misalnya TNI tidak lagi terlibat dalam politik praktis dan kegiatan bisnis, sejalan dengan amanat Reformasi Internal TNI, dan secara legal-formal ditegaskan dalam UU 34/2004. Artinya, TNI telah menjalani pembebasan politik dan juga harus siap menyerahkan bisnis-bisnis yang dikelolanya kepada pemerintah. 

Ketiga, aspek kesejahteraan yang ditujukan untuk menjaga keandalan dan skill TNI. Kesejahteraan menjadi konsekuensi atas karakter dasar militer yang harus siap mengorbankan jiwa karena tugas. 

Kesejahteraan TNI merupakan konsekuensi logis dari hilangnya sebagian hak dari warga negara yang menjadi anggota TNI. Menjadi anggota TNI harus siap dengan segala konsekuensi, yaitu hilangnya sebagian yang dimilikinya. Namun tanpa ada unsur kesejahteraan, TNI bisa menjadi lemah.