Terpilih sebagai Ketua Umum FKTI, Muchlas Rowie Bertekad Pertahankan Karate Tradisional Indonesia

Kongres Federasi Karate Tradisional Indonesia (FKTI) akhirnya menetapkan M. Muchlas Rowie sebagai Ketua Umum FKTI periode 2019-2023. Muchlas terpilih sebagai Ketua Umum secara aklamasi untuk menggantikan Ketua Umum sebelumnya, Prof. Dr. Zudan Arif Fakrullah, SH., MH.

Terpilih sebagai Ketua Umum FKTI, Muchlas Rowie Bertekad Pertahankan Karate Tradisional Indonesia
Ketua Umum FKTI Terpilih, M. Muchlas Rowie

MONITORDAY.COM - Kongres Federasi Karate Tradisional Indonesia (FKTI) akhirnya menetapkan M. Muchlas Rowie sebagai Ketua Umum FKTI periode 2019-2023. Muchlas terpilih sebagai Ketua Umum secara aklamasi untuk menggantikan Ketua Umum sebelumnya, Prof. Dr. Zudan Arif Fakrullah, SH., MH.

Kongres ke-V tahun 2019 ini dihelat di Gedung Dukcapil, Kemendagri Jakarta pada hari Ahad (27/1/2019. Perwakilan sejumlah daerah turut hadir memeriahkan Kongres yang dilaksanakan berbarengan dengan HUT FKTI ke-34, diantaranya dari Koordinator Daerah (Korda) DKI, DIY, Jawa Barat, Kepri, Kaltim, Sumbar, Jawa Timur, Jawa Tengah dan beberapa perwakilan Koordinator Cabang (Korca), yaitu: Jaksel, Surabaya, Sidoarjo, Malang, Jember, Kudus, NTB, Semarang, UGM, Jakbar,  Tegal, Solo, Wonosobo, Purwakarta, Depok, Kab. Bekasi, Magelang, dan Banjarmasin.

Pemilihan Pengurus PB FKTI berjalan sangat alot, terutama di sesi penentuan kriteria para calon. Sejumlah daerah bahkan sempat melakukan protes. Namun pada akhirnya, dua calon muncul, M. Muchlas Rowie yang diusung Korda Jawa Barat dan M. Sadzili yang diusung Korda Sumatera Selatan. Setelah penyampaian visi-misi, M. Sadzili menyatakan mundur, hingga akhirnya terpilihlah M. Muchlas Rowie secara aklamasi dan Prof. Dr. Zudan Arif Fakrullah, SH., MH. sebagai penasihat. 

Terpilihnya M. Muchlas Rowie ini tentu saja memberi angin segar bagi FKTI, mengingat M. Muchlas Rowie dikenal memiliki jaringan yang luas serta daya gerak organisasi yang lincah dan terukur. Tentu saja ini didukung oleh backgroundnya sebagai pengusaha, sekaligus aktivis di beberapa organisasi besar di Indonesia.

Para pengurus FKTI, Sensei, serta Dewan Guru Karate Indonesia.

Ketua terpilih, M. Muchlas Rowie, berkomitmen serta sejalan dalam visi misinya mempertahankan karate Tradisional secara teknik keilmuan maupun kepada 3 aspek lainnya.

Aspek pertama, kata Muchlas, adalah aspek legal. Menurutnya, selama ini ada penyalahgunaan penggunaan logo INKAI oleh pihak lain, dan ini harus digugat. Begitu pula dengan penyalahgunaan asset INKAI baik di Bukit INKAI maupun bangunan Do Jo di Pulau Batam, ini juga harus diselesaikan.

“Tekad saya bulat, yakni: menggugat pemakaian judul dan logo INKAI, menggugat pemakaian tanah di Bukit INKAI, Cilandak Jakarta Selatan’, serta menggungat tanah serta bangunan Do Jo INKAI di Pulau Batam yang dijual oknum INKAI,” tegas Muchlas.

Aspek kedua, adalah mempertahankan disiplin dalam aplikasi cabang olahraga tersendiri. Menurut Muchlas, saat ini memang ada ketidakdisiplinan dalam menerapkan teknik seni beladiri karate, terutama dalam pertandingan resmi di Indonesia.

Aspek ketiga, kata dia, adalah menjaga marwah kode kehormatan karatedo tradisional. "Marwah ini juga penting, karena tidak seperti seni beladiri lainnya, karate memiliki jenjang dan tahapan tersendiri, dan ini harus dijaga," tutur Muchlas. 

Menurut Ketua Korda Jawa Barat, Eben Heizher, dengan visi misi seperti itulah Muchlas Rowie menjadi sosok yang pantas memimpin FKTI 5 tahun ke depan, karena kesamaan visi soal mempertahankan tradisi karate di Indonesia.

"FKTI butuh sosok seperti Muchlas Rowie, yang selain mau bekerja keras juga mau berkomitmen menjaga tradisi karate Indonesia seperti yang dipegang teguh FKTI saat ini," ujar pria kelahiran Purwakarta ini.

Karena menurut Eben, selama ini ada kekeliruan secara hukum maupun tradisi kita dalam berkarate. Secara organisasi, FKTI-lah yang semestinya diakui KONI, bukan FORKI. Karena secara hukum, FKTI yang memiliki hak cipta, bukan FORKI.

Lebih lanjut, kata Eben, kekeliruan ini pula yang akhirnya berimbas dari cara kita memahami seni bela diri Karate. Kini, karate berkembang menjadi seni bela diri yang minim makna dan filosofi. Lebih mengutamkan citra namun minim makna.

“Aturan kaku dalam pertandingan seperti timbang badan dan pelindung kaki, tangan serta kepala membuat karate kehilangan seni utamanya,” ujarnya.

Itulah kenapa, kata Eben, Kongres ini menjadi penting. Selain karena Muchlas Rowie juga telah mendapat kepercayaan langsung dari Sensei Sabeth yang berusia 78 tahun, yang merupakan Ketua Dewan Guru Indonesia, juga karena tekad mempertahankan tradisi karate yang benar. Tak hanya sekadar untuk sebuah pertandingan, namun seni dan makna seorang karateka.