Tatib DPD RI Dinilai Cacat Formil dan Materil
Cacat formil itu disebabkan kekeliruan tugas, pokok, dan fungsi (Tupoksi) dari Tim Kerja Badan Kehormatan (Timja BK) DPD dalam melakukan penyusunan dan perubahan Tatib DPD RI. Sedangkan, cacat materil itu meliputi banyak aspek, antara lain terkait mekanisme pemilihan pimpinan DPD.

MONITORDAY.COM - Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI, Prof John Pieris menilai, Tata Tertib (Tatib) Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) yang saat ini menimbulkan polemik mengalami cacat formil dan cacat materil.
Cacat formil itu disebabkan kekeliruan tugas, pokok, dan fungsi (Tupoksi) dari Tim Kerja Badan Kehormatan (Timja BK) DPD dalam melakukan penyusunan dan perubahan Tatib DPD RI.
“Seharusnya, perubahan secara substansi dilakukan oleh Panitia Khusus (Pansus), sedangkan BK (Badan Kehormatan) hanya terkait redaksional. Tapi yang dilakukan oleh Timja BK adalah perubahan redaksional dan substansial," katanya dalam diskusi bertajuk "Membedah Tata Tertib DPD RI" di Hotel Century, Senayan, Jakarta (27/09/19).
Akademisi Universitas Kristen Indonesia (UKI) ini kemudian menambahkan, cacat formil lainnya dikarenakan jumlah pasal yang diubah dalam Tatib tersebut kurang lebih 50 pasal.
"Artinya kurang dari 50 persen. Berdasarkan UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan seharusnya Tatib baru ini disebut perubahan bukan penggantian sebagaimana yang disebut dalam tatib yang membuat gaduh itu," ujarnya.
John lebih lanjut mengungkapkan, Tatib DPD juga mengalami cacat dari segi materil. Menurutnya, cacat materil itu meliputi banyak aspek, antara lain terkait mekanisme pemilihan pimpinan DPD.
"Dan pimpinan alat kelengkapan, yakni pimpinan DPD RI adalah representatif anggota DPD se-Indonesia. Karena itu, harus dipilih oleh seluruh anggota DPD atau 136 orang," ungkapnya.
Namun, kata John, Tatib ini mengatur bahwa pimpinan DPD yang berasal dari sub-sub wilayah cukup dipilih oleh sub-sub wilayah bersangkutan. Pemilihan cara ini, lanjutnya, membuat legitimasi pimpinan menjadi lemah dan terpaksa hanya fokus pada konstituen di wilayahnya sendiri.
"Pada bagian lain, pimpinan sementara diatur dalam UU MD3 melaksanakan tugas pemilihan pimpinan DPD dalam sidang paripurna. Namun, tatib itu mengatur pemilihan sementara juga muncul dalam sidang sub-sub wilayah," katanya