Sutradara Indonesia Lemah Antropologi

Jose Rizal Manua menilai sutradara-sutradara di Indonesia masih lemah di bidang antropologi.

Sutradara Indonesia Lemah Antropologi
Ilustrasi/Istimewa

MONDAYREVIEW.COM, Jakarta - Jose Rizal Manua menilai sutradara-sutradara di Indonesia masih lemah di bidang antropologi. Hal tersebutlah yang membuat film-film Indonesia masih banyak yang memiliki cita rasa Korea, Hong Kong, dan negara-negara maju lainnya.

Menurut aktor film Danur ini, selain pengetahuan teknis, pengetahuan tentang antropologi jauh tidak kalah pentingnya. Pasalnya lewat antrolopogi seorang sutradara akan bicara banyak tentang manusia, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang memiliki nilai luhur.

“Namun beberapa sutradara Indonesia juga ada yang kuat antropologinya. Seperti Riri Riza contohnya, lewat film Laskar Pelangi dia mampu menggali kekayaan alam dan budaya di negerinya sendiri. Dengan antopologi yang kuat itu membuat film Laskar Pelangi jadi sangat kaya dan dikenal sampai luar negeri,” ujar pria kelahiran Kota Padang 62 tahun lalu itu ketika ditemui di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Meski begitu, dosen jurusan perfilman Institut Kesenian Jakarta itu menilai saat ini perfilman Indonesia sudah sangat berwarna. Itu setelah banyak sineas-sineas yang sekolah di luar negeri dan pulang ke Indonesia dengan membawa semua pengetahuan yang didapatkannya dari luar negeri.

“Sekarang film-film Indonesia sudah sangat berwarna, dan nggak asal ramai. Misal pasar horor lagi ramai, terus semuanya ikut-ikutan bikin film horor. Sekarang sudah tidak seperti itu lagi. Sineas Indonesia sekarang sudah konsisten, ada yang buat horor, ada yang buat drama, jadi nggak ikut-ikutan pasar,” tutur pria pendiri Teater Tanah Air itu.